Tuntutan Pembayaran Gaji Abdul Hayat Gani Dinilai Tidak Sesuai Aturan, Ini Kata Sekprov!

19 hours ago 4

KabarMakassar.com — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) buka suara terkait tuntutan pembayaran gaji Abdul Hayat Gani.

Diketahui, Abdul Hayat Gani merupakan mantan Sekretaris Provinsi (Sekprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) pada periode 2019-2022 lalu.

Ia mendesak Pemprov Sulsel untuk menyelesaikan hak-haknya sebagai aparatur sipil negara.

Dimana saat dinonaktifkan pada akhir 2022, ia mengaku belum menerima gaji pokok dan tunjangan lainnya.

Disebutkan, total gaji dan tunjangan yang belum dibayarkan selama ia dinonaktifkan mencapai Rp8.038.270.000.

Sekprov Sulsel Jufri Rahman didampingi Kepala Biro Hukum, Herwin Firmansyah dan Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulsel, Sukarniaty Kondolele segera menanggapi persoalan tersebut.

Jufri Rahman menekankan jika Abdul Hayat tidak pernah memiliki Surat Keputusan Presiden terkait pengangkatannya kembali sebagai Sekretaris Daerah.

“Sampai saat ini, sampai Pak Abdul Hayat Gani pensiun, tidak ada SK Presiden yang membatalkan SK pemberhentian Pak Hayat sebagai Sekda. Dan tidak ada lagi SK Presiden untuk mengangkat kembali menjadi Sekda,” tegas Jufri Rahman pada Selasa (17/06).

Berdasarkan ketentuan, syarat untuk membayarkan hak kepegawaian seseorang harus terdapat dasar hukum pengangkatan.

Sedangkan, tunjangan sekda yang dimaksudkan diminta untuk dibayarkan, karena menggunakan uang negara tentu harus menggunakan prinsip kehati-hatian dan harus ada dasar hukum yang jelas apabila mau dibayarkan.

“Sehingga saudara Abdul Hayat hanya mendapatkan hak kepegawaian sebagai ASN dengan jabatan Analis Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur,” paparnya.

Hal tersebut sesuai SK Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 821.25/61/2022, tanggal 13 Desember 2022 dan sebagai Pimpinan Tinggi Pratama (Es. II A) / Staf Ahli Gubernur Bidang Kesejehteraan Rakyat sesuai SK Guber Sulawesi Selatan Nomor 800.1.3.3/17/VIII/2024 tanggal 1 Agustus 2024.

Ia menilai, TPP yang tidak dibayarkan pada saat Abdul Hayat Gani menduduki jabatan sebagai Analis Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur.

Lebih lanjut, Jufri Rahman menyebut, jika penyusunan dan pemberian TPP ASN didasari oleh dua aturan.

Pertama ialah berdasarkan Permenpan Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Kinerja Pegawai ASN, di pasal 32 dokumen evaluasi kinerja pegawai digunakan sebagai dasar pembayaran tunjangan kinerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Aturan selanjutnya ialah berdasarkan Kepmendagri Nomor 900/4700 Tahun 2020 tentang Tata Cara Persetujuan Mendagri terhadap TPP ASN di Lingkungan Pemerintah Daerah.

“Ini perlu disampaikan, karena Abdul Hayat tidak melakukan penyusunan, pengisian dan pengajuan sasaran serta realisasi kinerja pegawai melalui sistem eKinerja Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan ke Badan Kepegawaian Daerah,” terangnya.

Yaitu, paling lambat tanggal 10 bulan berjalan sebagaimana diatur pada pasal 14 Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai bagi Aparatur Sipil Negara.

Kepala Biro Hukum, Herwin Firmansyah, mengatakan, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 141 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, menegaskan bahwa setiap pengeluaran harus didukung bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.

Dalam hal permasalahan Abdul Hayat Gani sebagaimana penegasan surat BKN Nomor 6502/B-KB.01.01/SD/J/2025 tanggal 30 April 2025, bahwa Abdul Hayat hanya memegang 2 SK.

Keduanya adalah SK sebagai Pelaksana dan SK sebagai Staf Ahli, selanjutnya SK pengangkatan sebagai Sekda ataupun SK pembatalan Keppres pemberhentian Abdul Hayat Gani sebagai Sekda yang menjadi tindak lanjut putusan pengadilan sampai sekarang belum diterbitkan.

“Sehingga Pemprov Sulsel tidak mempunyai dasar hukum untuk melakukan pembayaran sebagaimana tuntutan beliau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur Pengelolaan Keuangan Daerah,” ujar Herwin.

Sementara itu, Plt Kepala BKD Sulsel, Sukarniaty Kondolele menyatakan, pemberian TPP mengacu pada Pergub dan Keputusan Mendagri.

“Pembayaran TPP ASN
setiap bulan dinilai berdasarkan produktivitas kerja dan disiplin kerja,” ucap Sukarniaty.

“Yaitu dimana produktifitas kerja mencakup pelaksanaan tugas dan penilaian dari Pejabat Penilai terhadap pelaksanaan tugas pegawai yang dipimpinnya,” lanjutnya.

Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi A DPRD Sulsel, Abdul Hayat Gani, menuntut Pemerintah Provinsi Sulsel segera melunasi hak-hak kepegawaiannya senilai Rp8,03 miliar, setelah memenangi gugatan hukum hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung.

Rapat yang dilaksanakan di Gedung Tower DPRD Sulsel tersebut turut dihadiri perwakilan BKD, Biro Hukum, BKAD, dan Koalisi Perjuangan Pemuda Mahasiswa (KPPM).

Hayat menyebut, sejak dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Sekprov pada Desember 2022, ia tidak menerima gaji pokok dan berbagai tunjangan hingga Januari 2025.

“Saya sudah inkrah, menang sampai Mahkamah Agung. Tidak ada alasan lagi untuk menahan hak saya,” ujar Hayat, Selasa (17/07).

Gugatannya dikabulkan melalui Putusan PTUN Jakarta Nomor 12/G/2023/PTUN.JKT, yang diperkuat oleh Putusan MA Nomor 290/K/TUN/2024.

Ia juga menyebut adanya surat resmi dari Presiden Prabowo Subianto melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) kepada Mendagri, yang memerintahkan pengembalian jabatan dan pembayaran hak kepegawaiannya.

“Saya sudah mengalahkan Presiden waktu itu. Kalau ini tidak dieksekusi, artinya hukum tidak dihormati,” tegasnya.

Hayat menilai tidak masuk akal jika legal standingnya masih dipertanyakan, mengingat status putusan hukum yang sudah berkekuatan tetap.

Ia juga menyatakan dirinya siap mengembalikan hak tersebut jika kalah di pengadilan, namun faktanya ia menang.

“Saya bukan tidak masuk kantor karena mangkir, tapi karena menunggu putusan hukum. Ini bukan soal pribadi, tapi tentang penghormatan terhadap hukum,” ucapnya.

Dalam RDP tersebut, Ketua Komisi A DPRD Sulsel, Andi Anwar Purnomo, menyatakan bahwa pihaknya menemukan indikasi kuat bahwa pemberhentian Hayat cacat secara administrasi.

“Kami merekomendasikan agar ada komunikasi langsung antara Pak Hayat dan Gubernur Sulsel. Ini harus segera diselesaikan, jangan menggantung,” kata Anwar.

Ia juga menyoroti adanya perbedaan penafsiran antara surat BKN dan Kemendagri, yang menyebut hak-hak kepegawaian Hayat harus diselesaikan, dengan pandangan BKD yang mengklaim bahwa pembayaran sudah sesuai SK.

Untuk memperjelas hal ini, Komisi A berencana berkonsultasi langsung ke BKN, termasuk kepada Prof Zudan Arif Fakrulloh selaku Pj Gubernur saat pemberhentian berlangsung.

“Ini menyangkut kehati-hatian administratif dan keuangan. Jangan sampai ada preseden buruk dalam penegakan hukum ASN di Sulsel,” pungkasnya.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news