
KabarMakassar.com — Putusan atas gugatan yang dilayangkan Alhaidi terhadap Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) Makassar.
Hal itu tertuang dalam putusan perkara Nomor: 124/G/2024/PTUN.MKS Penggugat a.n. Alhaidi, Majelis memutus, “menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya”.
Kuasa Hukum Alhaidi, Hutomo Mandala Putra mengatakan pihaknya telah mendapatkan salinan putusan melalui e-court dan benar bahwa gugatan Alhaidi ditolak.
Ia menyebut melalui putusan ini menjadi penanda bahwa majelis hakim lepas akan substansi yang menjadi pokok permasalahan.
“Kami telah mendapatkan salinan putusan melalui e-court dan benar bahwa Gugatan Alhaidi ditolak,” jelas Hutomo Mandala Putra, kuasa hukum dalam siaran resmi yang diterima Kamis (17/04).
Sementara itu, Alhaidi mengungkapkan kekecewaannya atas putusan yang dikeluarkan majelis hakim PTUN Makassar. Menurutnya, putusan tersebut tidak lagi mendukung keberlangsungan demokrasi.
“Keputusan ini cukup membuat saya kecewa, seharusnya hakim betul-betul ada pada pendiriannya yang mendukung keberlangsungan demokrasi di manapun lebih-lebih di kampus. Namun nyatanya sekarang hukum di Indonesia lebih-lebih di PTUN betul-betul saya rasakan tajam kebawah tumpul ke atas,” ungkapnya.
Hutomo menjelaskan bahwa dalam pertimbangan hakim menilai bahwa SK Skorsing yang diterbitkan oleh Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (Tergugat) telah sesuai dengan aturan yang ada.
Lebih spesifik, Alhaidi dinilai telah melanggar ketentuan yang tertuang dalam Surat Edaran No. 2591.
Aksi protes yang dilakukan oleh Mahasiswa UINAM secara umum tidak memiliki izin oleh Birokrasi Kampus, setidaknya 3×24 jam.
Menurutnya, hal ini yang menjadi letak kekeliruan Majelis Hakim yang gagal dalam melihat duduk perkara.
“Kami menilai SE 2591 tidak memiliki landasan yang kuat sehingga membatasi ruang demokrasi di lingkup kampus UIN Alauddin Makassar. Hal tersebut menjadi pemicu, surat edaran yang bertolak belakang dengan konstitusi serta prinsip HAM, bagaimana mungkin dijadikan bahan pertimbangan. Terlebih membenarkan ketentuan SE, yang menyatakan aksi Alhadi serta Mahasiswa lainnya itu tidak memiliki izin dari birokrasi kampus,” tambah Hutomo.
Selain itu, majelis hakim kata Hutomo tidak membertimbangkan fakta atau keadaan hukum yang terjadi setelah terbitnya objek gugatan dalam hal ini SK skorsing terhadap Alhaidi.
Padahal menurutnya ada fakta pelanggaran prosedur penerbitan objek gugatan yang dilakukan tergugat setelah terbitnya objek gugatan tersebut. Telah terbukti di persidangan yaitu Alhaidi tidak memberikan tembusan objek gugatan/SK Skorsing kepada orang tua/wali Penggugat.
“Majelis hakim enggan mempertimbangkan pelanggaran bahwa Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan tidak memberikan tembusan objek gugatan kepada orang tua wali Alhaidi, padahal ini jelas bagian dari prosedur terbitnya objek gugatan, karena itu kami menilai hakim lepas tangan atas sebagian prosedur terbitnya objek sengketa yang dilanggar oleh Tergugat,” lanjut Hutomo.
Hal yang lain, Dewan Kehormatan Universitas (DKU) UIN Alauddin Makassar DKU sebagai lembaga yang menilai dugaan pelanggaran tata tertib di UIN Alauddin Makassar memberi panggilan dengan waktu yang tidak proporsional kepada tergugat karena DKU menyerahkan panggilan tersebut pada pukul 16.05 tanggal 23 Agustus 2024, sehingga Alhaidi tidak dapat menghadiri panggilan.
Padahal dalam panggilan tersebut Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan diminta hadir pada hari ini itu juga.
Sehingga tidak memungkinkan bagi Alhaidi untuk hadir di sidang DKU, sehingga Alhaidi dalam hal ini telah menyalahi Asas Umum Pemerintahan yang Baik terkait Asas Pelayanan yang Baik
“Asas yang memberikan pelayanan yang tepat waktu, prosedur dan biaya yang jelas, sesuai dengan standar pelayanan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan,” sebut Hutomo.
Sebelum menjatuhkan sanksi skorsing tersebut tergugat juga tidak pernah memberi kesempatan bagi Penggugat/Alhaidi untuk memberikan klarifikasi kepada tergugat atas tuduhan yang dilaporkan.
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan langsung menerbitkan Surat Keputusan Skorsing selama satu semester terhadap tergugat berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Nomor 4039 Tahun 2024 tanpa terlebih dahulu diperiksa sebagai terlapor baik di sidang Dewan Kehormatan Universitas (DKU) UIN Alauddin Makassar maupun memberi klarifikasi kepada tergugat dalam hal ini Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.
“Kami menyayangkan pertimbangan hakim yang menyatakan Tergugat dapat langsung menjatuhkan sanksi kepada Alhaidi tanpa perlu diperiksa baik oleh DKU maupun Tergugat, karena ini dapat menghilangkan hak bagi Alhaidi untuk memberikan klarifikasi atas tuduhan pelanggaran yang dituduhkan. Menurut kami Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan melanggar Asas Ketidakberpihakan dalam AAUPB, yang tentu ini mengarah kepada pelanggaran HAM, yaitu pemberian sanksi kepada Alhaidi yang sedang menyalurkan hak berekspresinya,” jelas Hutomo.
Sebelumnya, Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar digugat mahasiswa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar terkait penerbitan SK skorsing. Gugatan ini dilayangkan karena mahasiswa menilai SK skorsing tersebut melanggar demokrasi kampus.