
KabarMakassar.com — Ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang kembali meningkat tajam sejak awal 2025 membawa dampak global yang signifikan.
Di mana AS menaikkan tarif impor hingga 145 persen untuk berbagai produk dari China, sementara China membalas dengan tarif hingga 125 persen terhadap barang-barang dari AS.
Situasi ini membuka peluang besar bagi Indonesia untuk memanfaatkan kondisi tersebut dan memperkuat posisi ekonominya di pasar internasional.
Anggota Komisi I DPR RI, Abraham Sridjaja, mendorong pemerintah Indonesia untuk bersikap proaktif dan cerdas dalam memanfaatkan peluang yang muncul akibat eskalasi tarif antara dua raksasa ekonomi dunia tersebut.
Abraham menjelaskan bahwa relokasi industri besar-besaran dari China ke negara-negara yang dianggap lebih netral dan kompetitif, termasuk kawasan Asia Tenggara, memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk menarik investasi asing, khususnya dari perusahaan-perusahaan China yang ingin menghindari tarif tinggi.
“Caranya dengan bagaimana? Birokrasi kita harus dipermudah, SDM kita harus diperkuat, sehingga China dapat memilih Indonesia daripada Vietnam atau negara-negara lain. Tentunya dengan investasi yang masuk dari perusahaan-perusahaan China ke Indonesia, ini akan membantu ekonomi kita,” tutur Politisi Fraksi Partai Golkar ini
dalam keterangan persnya, dikutip Rabu (16/04).
Selain itu, Abraham juga menegaskan pentingnya reformasi struktural, termasuk pemangkasan regulasi yang menghambat dan percepatan perizinan, agar Indonesia menjadi pilihan utama bagi investor asing.
Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi kepentingan nasional dalam menarik investasi.
“Kita berharap tim yang dikirim oleh Bapak Presiden Prabowo dapat menghasilkan hasil yang baik untuk ekonomi Indonesia,” ucapnya, mengacu pada rencana kunjungan tim negosiasi Indonesia ke Amerika Serikat dalam waktu dekat.
Abraham juga menyoroti pentingnya menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah transformasi global yang sedang berlangsung. Ia menyebut bahwa masuknya investasi besar tentu harus disertai dengan pengawasan dan regulasi yang kuat, agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi UMKM, ekosistem lokal, dan kedaulatan ekonomi nasional.
“Kita memang harus waspada. Stabilitas ekonomi tidak hanya soal makroekonomi, tapi juga bagaimana kita menjaga keseimbangan antara industri besar dan pelaku usaha kecil, antara investasi asing dan pertumbuhan sektor dalam negeri,” tegasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI, Gavriel Putranto Novanto, mengungkapkan bahwa ketegangan tarif ini seharusnya menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperkuat kemandirian ekonomi dan memperluas kemitraan global, terutama dengan negara-negara BRICS.
Gavriel menilai bahwa Indonesia tidak bisa bergantung pada satu blok ekonomi, terutama dengan adanya kebijakan tarif dari AS yang berpotensi merugikan industri domestik.
Gavriel mengajak pemerintah untuk memperkuat struktur industri dalam negeri, meningkatkan hilirisasi sumber daya alam, dan memperdalam rantai pasok lokal.
“Dengan adanya perang dagang tarif dengan Amerika, malah ini akan membantu Indonesia untuk kita lebih banyak lagi produksi dalam negeri dan untuk kebutuhan dalam negeri,” tegas Politisi Fraksi Partai Golkar ini dalam keterangan resminya.
Dengan begitu, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor dan meningkatkan daya saing produk nasional di pasar global.
“Harus proaktif. Kalau perlu, Indonesia mulai jadi motor penggerak kerja sama Selatan-Selatan, memanfaatkan jaringan BRICS Plus, dan memperkuat posisi kita di ASEAN sebagai mitra strategis global,” tegas Gavriel.