Mengenal Konsep Shinrin Yoku yang Rencana Digagas di Barru

2 months ago 39
Mengenal Konsep Shinrin Yoku yang Rencana Digagas di BarruMonumen Pacekke, salah satu spot wisata di Pacekke, Kabupaten Barru (dok. Ist)

KabarMakassar.com — Shinrin Yoku atau yang dikenal sebagai “mandi hutan”, merupakan praktik terapi alam yang kini tengah menjadi perhatian di Kabupaten Barru. Konsep ini rencananya akan dikembangkan sebagai bagian dari destinasi wisata kesehatan di kawasan Pacekke, berkat kolaborasi antara Pemerintah Kabupaten Barru dan Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar.

Ketua BPH Unismuh Makassar, Prof. Gagaring Pagalung, memaparkan bahwa pengembangan terapi hutan ini akan terintegrasi dengan pemanfaatan Hutan Pendidikan seluas 229 hektare yang telah dipercayakan pemerintah pusat kepada Unismuh.

“Hutan ini akan difungsikan sebagai laboratorium penelitian, pusat pembelajaran, sekaligus ruang pemberdayaan masyarakat,” ungkapnya, saat bertemu dengan Wakil Bupati Barru, Abustan A. Bintang, kemarin.

Secara harfiah, Shinrin Yoku berarti “berendam di atmosfer hutan”. Praktik ini pertama kali diperkenalkan di Jepang pada tahun 1982 oleh Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebagai bagian dari strategi kesehatan preventif.

Aktivitasnya sederhana, seperti berjalan perlahan di dalam hutan, duduk tenang, dan membiarkan tubuh menyerap suasana alami melalui seluruh panca indera.

Tidak ada tuntutan fisik berat, tidak pula ada target jarak tempuh, yang diutamakan adalah kesadaran penuh akan kehadiran diri di tengah alam.

Sejumlah jurnal ilmiah menunjukkan bahwa Shinrin Yoku bukan sekadar kegiatan rekreasi biasa, tetapi memiliki dampak fisiologis dan psikologis yang terukur.

Sebuah studi dari Jepang yang melibatkan dua lusin hutan menemukan bahwa aktivitas ini dapat menurunkan kadar kortisol atau hormon yang berkaitan dengan stres dalam darah, serta menurunkan tekanan darah dan memperlambat denyut nadi.

Aktivitas sistem saraf parasimpatis, yang bertugas menenangkan tubuh, juga meningkat setelah sesi mandi hutan.

Penelitian lain menunjukkan bahwa Shinrin Yoku dapat membantu individu dengan kecenderungan depresi, di mana mereka mengalami penurunan tingkat kecemasan, kelelahan, dan kemarahan setelah menghabiskan waktu di alam.

Manfaatnya tidak hanya terbatas pada kondisi psikologis.

Paparan terhadap udara hutan dan suasana alami terbukti berdampak baik pada kualitas tidur, daya tahan tubuh, hingga mempercepat pemulihan dari kelelahan mental akibat pekerjaan atau tekanan hidup.

Dalam beberapa negara seperti Jepang dan Korea Selatan, terapi hutan bahkan telah menjadi bagian dari kebijakan kesehatan masyarakat dan direkomendasikan oleh tenaga medis untuk pasien dengan gangguan stres maupun kelelahan kronis.

Namun, keberhasilan penerapan Shinrin Yoku di daerah seperti Barru tentu memerlukan perencanaan yang matang. Aksesibilitas menuju kawasan hutan harus dijamin aman dan nyaman.

Fasilitas penunjang seperti jalur jalan kaki, area istirahat, dan papan petunjuk perlu disiapkan untuk menunjang pengalaman pengunjung.

Lingkungan hutan juga harus dikelola secara berkelanjutan agar kelestarian ekosistem tetap terjaga.

Selain itu, dibutuhkan edukasi bagi masyarakat dan pengunjung agar memahami cara menikmati hutan dengan penuh kesadaran tanpa merusaknya.

Karakteristik lingkungan di Barru, termasuk kondisi iklim, vegetasi, dan kearifan lokal tentu berbeda dari Jepang.

Oleh karena itu, penting untuk dilakukan penelitian lokal agar adaptasi konsep ini sesuai dengan konteks geografis dan budaya setempat.

Keterlibatan akademisi, pemerintah, dan masyarakat dalam pengembangan Shinrin Yoku di Barru menjadi kunci agar manfaatnya dapat dirasakan secara luas.

Wakil Bupati Barru, Abustan A. Bintang menyambut baik usulan pengembangan wisata kesehatan tersebut.

Dia menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Barru sangat terbuka terhadap inovasi dari dunia akademik.

“Kita terbuka dengan inovasi dari perguruan tinggi, apalagi yang selaras dengan visi daerah: membangun Barru dari potensi dan keunikan lokal. Insya Allah penjajakan ini akan kita tindaklanjuti dalam bentuk MoU dan perjanjian teknis lintas sektor,” ujarnya.

Dia juga menegaskan bahwa pengelolaan kawasan Pacekke dan potensi kehutanan lainnya di Barru akan diarahkan pada prinsip keberlanjutan dan manfaat langsung bagi masyarakat.

“Barru adalah daerah kecil, tapi punya keunikan besar. Kita memiliki potensi tambang, pertanian, perikanan, hingga pariwisata yang unik. Salah satunya hutan mangrove Pulau Pannikiang dan kawasan Pacekke. Ke depan, kami ingin sektor ini dikelola secara berkelanjutan dan bermanfaat langsung bagi masyarakat,” kata Abustan.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news