Gugat UU Pekerja Sosial, Pemohon Soroti Celah Politisasi Bansos

1 week ago 14
Gugat UU Pekerja Sosial, Pemohon Soroti Celah Politisasi BansosAlif Rahman dan Usyman Affan, Pemohon Pengujian UU Pekerja Sosial dan UU Penanganan Fakir Miskin (Dok: Ist).

KabarMakassar.com — Perbaikan permohonan uji materiil terhadap dua undang-undang yang mengatur pekerja sosial dan penanganan fakir miskin kembali disorot di Mahkamah Konstitusi (MK).

Alif Rahman dan Usyman Affan, dua warga yang mengajukan gugatan, menilai sejumlah pasal dalam regulasi tersebut membuka ruang bagi politisasi bantuan sosial (bansos), terutama menjelang pemilu dan pilkada.

Dalam sidang panel keduanya menyampaikan perbaikan permohonan Nomor 218/PUU-XXIII/2025, yang menguji Pasal 2 dan Pasal 7 UU Pekerja Sosial serta sejumlah pasal dalam UU Penanganan Fakir Miskin. Sidang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat, didampingi Anwar Usman dan Enny Nurbaningsih, Selasa (02/12).

Menurut pemohon, ketidakjelasan norma dalam kedua undang-undang tersebut menjadi celah serius yang dapat dimanfaatkan pihak tertentu untuk kepentingan elektoral.

“Dalam praktik pemilu dan pilkada, pekerja sosial sering dimanfaatkan untuk kepentingan kampanye lewat penyaluran bansos. Ketiadaan asas netralitas membuat posisi mereka rawan dipolitisasi,” ujar Alif dan Usyman di hadapan majelis.

Mereka menegaskan bahwa pekerja sosial memegang fungsi perlindungan sosial, sehingga netralitas merupakan prinsip mutlak. Tanpa norma tegas mengenai independensi, pekerja sosial maupun aparat penanganan fakir miskin disebut bisa diseret ke dalam aktivitas pencitraan terselubung oleh kandidat politik.

“Pekerja sosial menjalankan tugas publik yang langsung menyentuh rakyat. Tanpa aturan netralitas, celah penyalahgunaan sangat terbuka,” tambah keduanya.

Para Pemohon, yang berprofesi sebagai karyawan dan pelajar, menilai pasal-pasal tersebut bertentangan dengan prinsip pemilu jujur dan adil serta asas negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2), Pasal 1 ayat (3), Pasal 22E ayat (1), Pasal 23 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Mereka meminta mahkamah memberikan interpretasi baru agar ketentuan dalam kedua undang-undang itu diwajibkan mengandung asas netralitas dan independensi, sehingga pekerja sosial tidak bisa dimanfaatkan sebagai instrumen politik praktis pada masa kontestasi.

Menurut mereka, penafsiran ulang sangat penting untuk menutup celah hukum yang selama ini dibiarkan terbuka.

“Pengaturan asas netralitas dan independensi akan memperkuat dasar hukum profesi pekerja sosial dan menghadirkan kepastian hukum,” tegas pemohon.

Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyampaikan bahwa sidang perbaikan ini akan dibawa ke Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).

“Sidang ini akan kami laporkan ke para hakim konstitusi untuk diputuskan apakah perkara ini dilanjutkan ke pemeriksaan berikutnya atau diputus tanpa sidang pleno,” tutup Arief.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news