Suasana Sumatra Terbaru Pasca Banjir (Dok: Ist).KabarMakassar.com — Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menuai kritik tajam dari DPR RI menyusul pemangkasan besar-besaran terhadap anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) yang digunakan untuk penanganan bencana.
Anggota Komisi II DPR RI, Ujang Bey, menilai pemotongan anggaran tersebut mencerminkan lemahnya kesadaran dan political will Gubernur Sumut, Bobby Nasution, dalam mengantisipasi ancaman bencana di wilayahnya.
Menurut Ujang Bey, rendahnya alokasi anggaran untuk penanganan bencana menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum menempatkan mitigasi sebagai prioritas utama.
“(Gubernur Bobby) kurang ada political will terhadap pengalokasian anggaran bencana. Artinya, kurang aware terhadap potensi ancaman bencana itu sendiri,” ujarnya, Rabu (10/12).
Di bawah kepemimpinan Bobby Nasution, anggaran BTT yang sebelumnya mencapai Rp843,1 miliar pada masa Pj Gubernur Fatoni dipangkas secara drastis menjadi hanya Rp98,3 miliar dalam Perubahan APBD 2025.
Pemotongan ini setara dengan penurunan 88%, atau berkurang Rp744,7 miliar. Pemangkasan kembali berlanjut di APBD 2026, di mana Pemprov Sumut hanya mengalokasikan Rp70 miliar untuk BTT.
Kebijakan tersebut disorot karena dinilai berkontribusi terhadap ketidaksiapan pemerintah daerah dalam menghadapi banjir bandang besar yang menerjang berbagai wilayah di Sumut beberapa waktu terakhir.
“Minimnya dana darurat membuat reaksi cepat dan penanganan bencana menjadi kurang optimal,”
Ujang Bey menekankan bahwa penyusunan anggaran tidak hanya soal angka, tetapi juga mencerminkan komitmen seorang pemimpin terhadap keselamatan publik.
“Dalam setiap pembahasan anggaran dibutuhkan political will dari kepala daerah. Apakah kebijakan itu dianggap penting atau tidak, itu terlihat dari pengalokasian anggarannya,” tegasnya.
Politisi Partai NasDem itu juga mengingatkan bahwa kepala daerah harus memahami karakteristik wilayahnya, termasuk kerawanan bencana yang kerap terjadi di Sumatera Utara.
“Seorang pemimpin harus mampu memetakan potensi bencana di wilayah masing-masing, sehingga bisa memitigasinya dengan baik,” katanya.
Ia menambahkan bahwa pemotongan anggaran yang terlalu ekstrem berpotensi menempatkan masyarakat pada risiko yang lebih besar, terutama ketika bencana datang secara tiba-tiba.
“cuaca ekstrem dan meningkatnya ancaman hidrometeorologi, kebutuhan akan anggaran penanganan bencana dinilai semakin mendesak,”
Pemangkasan BTT ini diperkirakan akan terus menjadi perhatian publik dan DPR, terutama jika pemerintah provinsi tidak segera meninjau ulang prioritas anggarannya dalam rangka memperkuat sistem mitigasi bencana dan perlindungan masyarakat.

















































