Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Makassar, Andi Hadi Ibrahim Baso, (Dok: Sinta KabarMakassar).KabarMakassar.com — Belum lama ini, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Makassar mencatat 454 kasus positif Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) sepanjang Januari hingga Juni 2025. Angka ini muncul dari hasil tracing terhadap 23.311 orang.
Kepala Dinas Kesehatan Makassar, dr Nursaidah Sirajuddin, mengungkapkan sebagian besar pasien berasal dari kalangan lelaki suka lelaki (LSL). “Pasien baru biasanya tidak melapor, informasinya dari teman-teman mereka dan dibantu LSM,” jelasnya.
Merespon hal tersebut, Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Makassar, Andi Hadi Ibrahim Baso, menilai situasi tersebut sudah sangat mendesak. Ia menegaskan pentingnya menghadirkan dua perda khusus, yaitu Perda LGBT dan Perda HIV/AIDS, untuk masuk dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) 2026.
“Dulu kami sudah ajukan dua perda ini. Tapi tidak tahu kenapa dalam perjalanan bisa hilang. Padahal kasus HIV sekarang banyak dipicu dari faktor gay. Karena itu, Perda LGBT dan HIV harus berdiri sendiri, jangan dihilangkan,” ujarnya, Senin (22/09).
Menurutnya, regulasi tersebut bukan dimaksudkan untuk mengkriminalisasi kelompok LGBT, melainkan agar pemerintah memiliki dasar hukum yang jelas untuk melakukan pembinaan dan edukasi.
“Perda ini bukan datang untuk mengkriminalisasi, tapi untuk mengedukasi. Supaya pemerintah bisa masuk memberi penyuluhan agar mereka tidak dikucilkan di tengah masyarakat. Kenapa di Bogor bisa, sementara Makassar tidak?” tegasnya.
Andi Hadi menambahkan, tanpa perda, aparat seperti kepolisian maupun Satpol PP tidak memiliki dasar hukum untuk melakukan penertiban di lapangan. Karena itu, menurutnya, perda ini akan memperkuat langkah pemerintah sekaligus melindungi masyarakat.
“Kalau HIV, ini bukan hanya dari LGBT, tapi juga akibat pergaulan bebas lainnya. Perda harus ada agar kebijakan pencegahan dan pembinaan lebih kuat,” jelas Ketua PKS Kota Makassar itu.
Ia berharap, perda tersebut bisa segera menjadi inisiatif pemerintah kota pada 2026. “Sudah dua periode saya dorong. Situasinya sekarang semakin urgent, perlu akselerasi, perlu dipercepat. Apalagi Pak Wali perhatiannya cukup tinggi,” ucapnya.
Menyadari isu ini berpotensi menuai pro kontra, pihaknya siap membuka ruang dialog. “Tapi perda ini akan lahir melalui kajian akademik, disaring juga oleh Kemenkumham. Jadi bukan asal dibuat. Kita harap bisa seperti di Bogor, tapi tentu menyesuaikan kearifan lokal Makassar,” Pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinkes Makassar, dr. Nursaidah Sirajuddin, mengungkapkan mayoritas kasus baru ditemukan pada kelompok lelaki seks lelaki (LSL).
“Kalau melihat dari kondisi, memang terjadi kenaikan. Utamanya dengan lelaki suka lelaki. Rata-rata itu,” kata Nursaidah saat ditemui di Hotel Vasaka, Senin (22/09).
Data Dinkes menunjukkan tren kasus HIV/AIDS di Makassar cenderung fluktuatif. Pada 2023, dari 57.690 orang yang diperiksa, terdapat 1.015 kasus positif. Setahun berikutnya, 2024, angka kasus menurun menjadi 925 dari 48.139 orang yang di-tracing.
Sementara pada paruh pertama 2025, 454 kasus sudah ditemukan. Nursaidah menyebutkan sebaran kasus tidak lagi terpusat, melainkan sudah muncul di sejumlah kecamatan di Makassar.
“Beberapa kecamatan sudah ada penderita,” jelasnya.
Upaya penjangkauan kasus baru, menurut Nursaidah, tidak lepas dari dukungan organisasi nonpemerintah (NGO).
Salah satunya AIDS Healthcare Foundation (AHF) yang sejak 2021 telah mendanai layanan HIV di tiga puskesmas, yakni Ujung Pandang Baru, Kassi-Kassi, dan Jongaya.
Puskesmas Ujung Pandang Baru saat ini menangani sekitar 600 pasien, sementara Kassi-Kassi dan Jongaya masing-masing melayani sekitar 500 pasien.
Dukungan AHF mencakup pembiayaan kebutuhan obat, bahan habis pakai (BHP), hingga pendampingan khusus pasien.
“Support-nya berupa pembiayaan langsung ke puskesmas. Mulai kebutuhan obat-obatan, BHP, hingga layanan yang tidak bisa disamakan dengan pasien umum, karena mereka membutuhkan privasi,” terang Nursaidah.

















































