
KabarMakassar.com — Pemerintah dan DPRD Kota Makassar tengah menggagas langkah penting yang bisa menentukan arah masa depan pendidikan Islam di kota Makassar.
Dalam pembahasan yang digelar di Ruang Banggar DPRD Kota Makassar, Selasa (10/6), Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bamperperda) bersama tim penyusun akademik kembali mendalami rancangan Peraturan Daerah (Perda) tentang Fasilitasi Pesantren.
Rancangan regulasi ini bukan sekadar formalitas pelaksanaan amanat UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Ia adalah respon atas dinamika sosial, ideologis, dan kultural yang mengancam integritas lembaga pesantren sebagai pusat pendidikan Islam yang ramah dan inklusif.
Anggota Komisi A DPRD Makassar, Tri Sulkarnain, secara lugas menekankan bahwa Perda ini tidak boleh menjadi dokumen simbolik. Menurutnya, pesantren menghadapi tantangan riil berupa infiltrasi ideologi radikal, disinformasi keagamaan, bahkan isu sensitif seperti penyimpangan orientasi seksual yang merusak citra keagamaan.
“Kalau pesantren terus disusupi paham menyimpang dan kita hanya bicara tanpa regulasi yang tegas, marwah pesantren akan hilang. Ini soal masa depan generasi,” tegas Tri.
Tri juga menyampaikan bahwa pendekatan pembinaan saja tidak cukup. Perlu ada mekanisme proteksi yang kuat, termasuk deteksi dini dan penguatan pemahaman moderasi beragama di level pengelola pesantren dan santri.
Senada, Anggota Dewan Komisi B, Hartono, mendorong adanya revisi kurikulum berbasis moderasi. Ia menegaskan pentingnya menghilangkan stigma bahwa pesantren adalah sarang konservatisme ekstrem.
“Kurikulum pesantren perlu eksplisit mengusung nilai-nilai kebangsaan, toleransi, dan keterbukaan terhadap ilmu pengetahuan modern. Jangan sampai pesantren malah jadi korban framing negatif,” ujar Hartono.
Menurutnya, pemerintah perlu hadir melalui fasilitasi nyata, mulai dari anggaran, tenaga pendidik, hingga integrasi dengan sistem pendidikan nasional tanpa menghilangkan ciri khas pesantren sebagai institusi keagamaan.
Dari sisi akademik, Sakka Pati selaku anggota tim penyusun Bamperperda menekankan bahwa Perda ini dirancang sebagai kerangka hukum komprehensif untuk membentengi dan memperkuat peran pesantren, bukan sekadar mengatur urusan administratif.
“Kita ingin menciptakan ekosistem pesantren yang aman, inklusif, dan produktif. Santri harus dilindungi dari kekerasan, eksploitasi, maupun paham menyimpang. Tidak cukup hanya mengakui keberadaan pesantren, kita harus membantunya berkembang,” terang Sakka.
Ia menjelaskan bahwa Perda Fasilitasi Pesantren juga akan memberi landasan hukum bagi Pemkot Makassar untuk mengalokasikan anggaran, memberikan hibah, serta menjalin kemitraan dengan sektor swasta, lembaga pendidikan tinggi, dan komunitas.
“Perlindungan terhadap santri perempuan, pencegahan kekerasan berbasis gender, serta promosi lingkungan belajar yang sehat juga masuk dalam konsideran regulasi,” tegasnya.
Lebih lanjut Ia mengatakan bahwa dibalik urgensi penyusunan Perda ini, tersimpan satu pesan besar, negara hadir untuk memastikan pesantren bukan hanya bertahan, tapi menjadi aktor utama dalam mencetak generasi Islam yang moderat, adaptif, dan siap menghadapi tantangan zaman.
“Makassar, sebagai salah satu pusat pertumbuhan urban di Indonesia Timur, diharapkan menjadi pionir dalam regulasi pesantren yang tidak hanya berbasis legitimasi hukum, tetapi juga sensitif terhadap dinamika sosial dan ideologis yang terus berubah,” harapan.