
KabarMakassar.com — Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kota Palopo yang dijadwalkan berlangsung besok, Sabtu (24/05), empat Paslon akan bertarung.
Keempat Paslon tersebut diantaranya Paslon 01 Putri Dakka – Haidir Basir, Paslon 02 Farid Kasim – Nurhaenih, Paslon 03 Rahmat Masri Bandaso – Andi Tenri Karta dan Paslon 04 Naili Trisal – Akhmad Syarifuddin. Hal ini menjadi sorotan berbagai pihak, termasuk kalangan akademisi.
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Dr. Sukri Tamma, menilai bahwa PSU bukan sekadar pengulangan teknis semata, melainkan arena pertarungan ulang yang dinamis dan sulit diprediksi.
“PSU itu gampang-gampang susah ditebak hasilnya,” kata Sukri, Jumat (23/05).
Menurutnya, dua pertanyaan besar selalu menyertai PSU, pertama, apakah pemilih akan mengubah pilihannya dari sebelumnya? Kedua, apakah jumlah pemilih akan sama, bertambah, atau justru menurun?
Lebih lanjut Ia menyoroti selisih suara yang sangat tipis pada Pilkada Palopo sebelumnya, yang menurut catatannya hanya berkisar 600-an suara.
“Kalau selisihnya kecil seperti itu, maka PSU bisa menjadi sangat dinamis,” ucapnya.
Dalam konteks ini, lanjut Sukri, variabel-variabel yang memengaruhi perilaku pemilih menjadi sangat penting untuk dicermati. Salah satunya adalah faktor kehadiran pemilih.
Jika pada pemilihan sebelumnya berlangsung saat libur nasional dan memudahkan partisipasi, maka PSU kali ini justru jatuh pada hari kerja, yang bisa saja mengurangi kehadiran pemilih, terutama mereka yang berdomisili di luar Palopo.
“Bisa saja pemilih yang kemarin datang, sekarang tidak datang. Itu akan sangat berpengaruh,” katanya.
Sukri juga menyinggung soal karakter pemilih yang menurutnya masih sangat cair dan tidak terlalu terikat secara ideologis. Artinya, preferensi politik bisa berubah tergantung pendekatan tim kampanye serta dinamika yang berkembang menjelang PSU.
“Kalau sifat pemilih sangat cair, maka pilihan bisa berubah. Tapi bisa juga tetap. Ini akan sangat bergantung pada kerja tim masing-masing untuk meyakinkan kembali pemilih,” ujarnya.
Ia melihat bahwa PSU bisa menjadi momen krusial, terutama bagi pasangan calon yang pada Pilkada sebelumnya berada di posisi nyaris menang atau justru unggul tipis.
“Ini adalah kesempatan kedua. Kalau mereka hitung peluangnya masih besar, mereka pasti all out,” katanya.
Namun, ia juga tidak menutup kemungkinan adanya pasangan calon yang memilih menahan diri jika mereka merasa usaha maksimal tidak akan mengubah hasil. Pertimbangan biaya, sumber daya, dan kalkulasi politik tentu ikut menentukan intensitas gerakan masing-masing kubu.
“Kalau mereka melihat tidak ada harapan, mungkin akan menghemat energi. Tapi kalau melihat masih bisa kejar, pasti akan dimaksimalkan,” imbuhnya.
Sukri menilai bahwa pertarungan di PSU tidak hanya berkaitan dengan angka dan perolehan suara semata, melainkan juga menyangkut aspek harga diri dan pencapaian politik.
“Ini bukan sekadar soal kalah atau menang, tapi juga menyangkut legitimasi dan pride,” tegasnya.
Kondisi ini, lanjutnya, membuat PSU cenderung lebih sengit dibanding pemilihan reguler. Apalagi semua pihak pasti melakukan evaluasi terhadap kekurangan dan strategi yang lalu, dan berusaha memperbaikinya untuk hasil maksimal.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa secara umum tingkat partisipasi pemilih pada PSU cenderung menurun. Ini bisa menjadi tantangan sekaligus peluang bagi setiap pasangan calon.
“Kalau partisipasi turun, siapa yang paling dirugikan? Itu yang harus diwaspadai,” jelasnya.
Sukri menyimpulkan bahwa hingga saat ini dirinya belum bisa memprediksi siapa yang akan keluar sebagai pemenang. Terlalu banyak variabel yang akan bermain, mulai dari kehadiran pemilih, perubahan preferensi, hingga strategi lapangan yang dijalankan tim kampanye dalam waktu yang sangat terbatas.
“Masih terlalu dini untuk menentukan siapa yang unggul. Tapi satu hal yang pasti, pertarungan di PSU Palopo ini akan sangat menarik dan menegangkan,” pungkasnya.