DPR RI Soroti Sistem Klaim BPJS Kesehatan dan Kesiapan RS Hadapi KRIS

2 weeks ago 33
DPR RI Soroti Sistem Klaim BPJS Kesehatan dan Kesiapan RS Hadapi KRIS Anggota Komisi IX DPR RI, Asep Romy Romaya, (Dok: Ist)

KabarMakassar.com – Anggota Komisi IX DPR RI, Asep Romy Romaya, melayangkan sorotan tajam terhadap sistem verifikasi klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang dinilainya masih jauh dari ideal.

Ia menegaskan, ketidaksempurnaan sistem verifikasi ini tidak hanya berdampak pada keterlambatan pembayaran kepada rumah sakit, tetapi juga berpotensi mengganggu akses pelayanan kesehatan bagi jutaan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

“Data hasil pengawasan menunjukkan masih banyak klaim BPJS yang tertunda di rumah sakit. Banyak yang ditolak atau dibayar sebagian karena perbedaan pemahaman antara verifikator BPJS dan pihak rumah sakit,” ungkap Asep Romy, Sabtu (31/05).

Menurut Asep, persoalan ini diperparah dengan belum optimalnya sosialisasi sistem pembiayaan berbasis Indonesia Diagnosis Related Group (i-DRG) yang baru diterapkan.

Sistem ini seharusnya menjadi jawaban atas efisiensi pembiayaan layanan kesehatan, namun jika tidak dibarengi dengan pelatihan dan pemahaman yang sama antar pelaku, justru berisiko menimbulkan konflik administratif yang berkepanjangan.

“Perubahan ke sistem i-DRG itu baik, tapi harus dibarengi dengan edukasi menyeluruh. Kalau rumah sakit dan BPJS tidak berada pada frekuensi yang sama, yang dirugikan tetap masyarakat,” jelasnya.

Kritik tajam Asep Romy juga diarahkan pada sistem evaluasi klaim yang dinilainya tidak transparan. Rumah sakit, menurutnya, sering kali tidak diberikan informasi yang memadai mengenai alasan klaim mereka dinyatakan tidak layak atau hanya dibayar sebagian.

“Parameter evaluasi masih abu-abu. Rumah sakit tidak tahu kenapa klaim mereka ditolak. Ini bertentangan dengan prinsip akuntabilitas pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009,” tegas politisi dari Fraksi PKB tersebut.

Ia meminta BPJS Kesehatan segera membuka ruang dialog yang lebih luas dengan fasilitas kesehatan dan menyusun mekanisme evaluasi yang adil dan dapat ditelusuri oleh semua pihak.

Selain mengkritik sistem klaim, Asep Romy juga menyoroti kesiapan infrastruktur rumah sakit dalam menyambut kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang akan berlaku secara nasional mulai 30 Juni 2025.

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Meski mendukung tujuan KRIS untuk mewujudkan keadilan layanan, Asep menyebut masih banyak rumah sakit yang belum memenuhi standar yang ditetapkan dalam Permenkes Nomor 3 Tahun 2023. Standar tersebut mencakup 12 kriteria fasilitas dasar di ruang rawat inap, seperti pencahayaan, ventilasi, dan akses terhadap sarana sanitasi.

“Dari total 3.100 rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, baru 53 persen yang memenuhi kriteria KRIS. Ini berarti hampir separuhnya belum siap,” ungkap Asep, mengutip data Kementerian Kesehatan per Mei 2025.

Ia mengingatkan bahwa implementasi KRIS tanpa kesiapan yang matang dapat menjadi bumerang dan menciptakan ketimpangan baru dalam layanan, terutama di daerah terpencil dan perbatasan.

Sebagai solusi, Asep Romy mendorong BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan untuk segera memperkuat digitalisasi dalam sistem evaluasi klaim, agar prosesnya lebih efisien dan transparan. Ia juga menekankan pentingnya penetapan Service Level Agreement (SLA) yang jelas, agar rumah sakit memiliki kepastian atas waktu dan prosedur penyelesaian klaim.

Tak kalah penting, ia meminta pemerintah mempercepat penyaluran insentif dan bantuan infrastruktur kepada rumah sakit, terutama rumah sakit kelas D dan yang berada di wilayah tertinggal.

“Kita tidak bisa menyamaratakan kesiapan rumah sakit. Butuh pendekatan afirmatif bagi fasilitas kesehatan kecil yang berjuang memenuhi standar. Jangan sampai ketidaksiapan infrastruktur justru menggagalkan niat baik KRIS,” ujarnya.

Di penghujung pernyataannya, Asep Romy menegaskan bahwa Komisi IX DPR RI akan terus mengawal implementasi kebijakan JKN agar tidak mengorbankan hak-hak peserta. Ia juga menegaskan pentingnya transparansi, partisipasi, dan keberpihakan terhadap layanan publik yang berkualitas dan merata.

“Kesehatan adalah hak dasar. Jangan biarkan kekeliruan manajerial dan ketidaksiapan teknis menjadi alasan hilangnya akses pelayanan bagi rakyat,” pungkasnya.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news