
KabarMakassar.com – Nama Munafri Arifuddin alias Appi disebut kandidat kuat dalam perebutan kursi Ketua DPD I Golkar Sulsel.
Apalagi sejumlah elite daerah dan pengurus kabupaten/kota mulai merapatkan barisan, memberikan rekomendasi agar Appi duduk di kursi DPD I Golkar Sulsel, setidaknya saat ini Appi mengklaim telah menerima 11 rekomendasi.
Diketahui Munafri, yang kini menjabat Wali Kota Makassar, diketahui mulai intens melakukan safari politik ke sejumlah daerah, menjumpai pemilik suara dalam musyawarah daerah (Musda) mendatang. Manuvernya ini dianggap serius untuk menancapkan pengaruh dan memperkuat legitimasi di mata DPP.
Namun, menurut pengamat politik Universitas Hasanuddin, Sukri Tamma, langkah Appi belum sepenuhnya menjadi penentu. Dalam tradisi Golkar, kata dia, restu terakhir tetap berada di tangan Ketua Umum Bahlil Lahadalia, atau restu DPP.
“Saya kira itu sudah jadi tradisi di Golkar. Penentuan tetap ada di tangan partai, dan secara khusus di tangan Ketua Umum. Tapi tentu, suara dari daerah tetap akan jadi pertimbangan objektif,” kata Sukri, Rabu (04/06).
Sukri menilai, langkah Appi yang aktif bergerak menemui pengurus di daerah merupakan upaya strategis. Tujuannya adalah membangun persepsi kuat bahwa dirinya mendapat dukungan mayoritas suara akar rumput partai.
“Apa yang dilakukan Munafri itu upaya untuk meyakinkan DPP bahwa dia paling diterima. Ini penting karena pemilik suara di daerah akan jadi indikator bagi DPP dalam menentukan arah kebijakan,” lanjut Sukri.
Namun, ia mengingatkan bahwa Golkar bukan partai yang linear dalam menentukan siapa yang akan memimpin di level daerah. Tradisi panjang partai ini menunjukkan bahwa faksi-faksi internal tetap ada dan saling bersaing, meski di permukaan terlihat solid.
“Golkar partai yang sudah matang. Ada banyak faksi, kadang tidak selalu sejalan. Tapi tradisinya adalah tetap mengutamakan soliditas di akhir. Jadi siapa pun yang dipilih nanti, biasanya tetap akan diterima dan diikuti,” jelasnya.
Kekuatan Golkar, menurut Sukri, terletak pada kedewasaan organisasinya dalam mengelola perbedaan. Karena itu, ia menilai siapa pun kandidat yang tampil, termasuk Munafri, harus mampu menggalang konsensus bukan hanya di akar rumput, tapi juga di lingkaran strategis DPP.
“Upaya mendekati pemilik suara itu penting. Tapi jangan lupa, yang menentukan tetap DPP. Kalau DPP merasa kandidat A lebih bisa menjaga stabilitas dan kepentingan partai, maka suara akar rumput bisa saja dinetralisir,” katanya.
Sukri juga menggarisbawahi pentingnya komunikasi politik antara calon dengan DPP. Apalagi, Pilkada serentak 2024 lalu, Munafri berhasil merebut Makassar dengan brand sebagai pemimpin muda, teknokrat, dan profesional. Citra inilah yang bisa menjadi nilai tawar di tingkat pusat.
“Kalau Munafri berhasil meyakinkan bahwa dia bukan hanya kuat di Sulsel tapi juga relevan untuk strategi nasional Golkar, peluangnya akan jauh lebih besar,” tuturnya.
Dinamika ini menempatkan Appi dalam posisi menarik, kuat di akar rumput, namun tetap harus mengunci restu pusat. Jika berhasil, ia bisa menjadi lokomotif konsolidasi Golkar Sulsel menuju Pilkada 2029. Jika gagal, maka itu pertanda bahwa peta kekuasaan internal Golkar masih penuh kalkulasi rumit di balik layar.
Sementara itu, hingga berita ini ditulis, DPP Golkar belum memberikan sinyal resmi terkait siapa yang akan diprioritaskan dalam kepengurusan DPD I Sulsel. Namun yang pasti, pertarungan sudah dimulai, dan Munafri telah menancapkan kakinya lebih dulu.