
KabarMakassar.com — Pemerintahan Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin dan Wakil Wali Kota Aliyah Mustika Ilham (Appi-Aliyah) genap menjalani 100 hari kerja sejak dilantik pada Kamis (20/02) lalu.
Evaluasi terhadap kinerja awal ini mulai bermunculan, dengan berbagai apresiasi, kritik, hingga harapan akan langkah lanjutan dalam menata Kota Makassar.
Akademisi UIN Alauddin Makassar, Prof. Firdaus Muhammad, menilai duet Appi-Aliyah menunjukkan sinyal positif dalam urusan konsolidasi internal. Namun, ia juga menggarisbawahi bahwa tantangan-tantangan krusial seperti banjir, kemacetan, dan keamanan belum disentuh secara konkret.
“Harmonisasi Appi dan Aliyah sejauh ini solid, itu modal penting. Tapi agenda-agenda besar belum tampak jelas. Penataan internal baru permulaan,” kata Prof. Firdaus saat dikonfirmasi, Minggu (01/06).
Menurut Prof. Firdaus, sejumlah langkah seperti pelantikan Sekda baru dan penataan ulang kepegawaian menunjukkan keseriusan pemerintah untuk membenahi kedisiplinan ASN. Ia menyoroti upaya penertiban pegawai yang nongkrong di warkop saat jam kerja serta efisiensi di tubuh Perumda seperti PDAM.
“Pengurangan pegawai PDAM memang berat secara kemanusiaan, tetapi kita butuh pelayanan yang efisien tanpa membebani negara,” ungkapnya.
Salah satu kebijakan yang menuai pujian datang dari sektor perparkiran. Di bawah kepemimpinan Adi Rasyid Ali (ARA), PD Parkir dinilai mulai menunjukkan transformasi sistemik yang berdampak langsung pada masyarakat.
“Potensi besar ada di sektor parkir. Kalau ini dibenahi, persepsi publik terhadap kinerja Appi akan meningkat,” jelas Firdaus.
Namun ia mengingatkan, ada persoalan lain yang jauh lebih genting yang belum disentuh secara nyata, banjir, kemacetan, dan ancaman kriminalitas di jalanan kota.
Tiga isu yang dianggap paling meresahkan warga Makassar kemacetan, banjir, dan keamanan masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Appi-Aliyah. Prof. Firdaus menilai, pembenahan di tiga titik itu harus menjadi prioritas untuk menjaga kepercayaan publik.
“Kalau jalanan macet, banjir di mana-mana, dan keamanan terganggu, mustahil ekonomi bisa tumbuh sehat. Ini soal nyawa kota,” katanya.
Selain kerja teknis, Firdaus menekankan pentingnya menjaga stabilitas politik dan hubungan antar lembaga. Ia mengingatkan agar tidak mengulang praktik mutasi atau pemecatan tanpa sebab yang justru merusak produktivitas internal.
“Konflik internal harus dihindari. Bangun komunikasi baik dengan DPRD, jangan sedikit-sedikit copot jabatan,” terangnya.
Di tengah kompleksitas persoalan kota, Firdaus percaya bahwa masyarakat Makassar cukup tangguh untuk berkarya, asalkan diberi ruang dan fasilitas yang memadai.
“Car free day itu sederhana tapi bermakna. Warga butuh ruang aman dan bersih, selebihnya mereka bisa hidup mandiri. Pemerintah tinggal fasilitasi,” tutup.