Kejamnya Mafia Tanah di Sleman, Sertifikat Tanah Milik Guru Honorer Belum Bisa Kembali Meski Sudah Inkrah

7 hours ago 2

Harianjogja.com, SLEMAN—Sejumlah kasus mafia tanah di DIY mulai terungkap. Jika sebelumnya lebih banyak mafia tanah kas desa, saat ini mafia tanah milik pribadi atau sertifikat hak milik (SHM) bermunculan. Modusnya melakukan balik nama sertifikat tanah secara ilegal.

Kasu alih kepemilikan secara ilegal ini patut diduga kuat ada pihak-pihak yang lalai atau bahkan terlibat baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Maka tidak berlebihan ketika menyebut serangkaian kriminal tanah ini dengan sebuta mafia tanah.

Selain kasus mafia tanah yang menimpa Mbah Tupon Bantul dan Bryan Bantul. Terbaru muncul kasus dugaan mafia tanah yang menimpa pasangan Hedi Ludiman, 49, dan Evi Fatimah, 38 yang merupakn warga Sleman. Bahkan kasus ini bisa dibilang lebih kejam, pasalnya kasus sudah ditangani kepolisian, sudah disidangkan.

Namun sertifikat tanah hak korban masih belum bisa dikembalikan sampai saat ini. Kasus ini menambah daftar panjang kejamnya mafia tanah di DIY. Jika hal ini dibiarkan maka hak-hak masyarakat kecil sebagai pemilik tanah akan kalah dengan pihak-pihak pemodal besar yang mampu merekayasa hukum.

Tanah milik istri Hedi terletak di Paten, Tridadi, Sleman 1.475 meter persegi dengan luas bangunan 8×16 meter. Kasus ini bermula pada 2011 lalu ketika dua orang yakni SJ dan SH yang mengaku anak dan ibu hendak mengontrak rumah dengan maksud akan dijadikan tempat usaha konveksi.

BACA JUGA: Jadwal Angkutan KSPN dari Malioboro ke Parangtritis PP Minggu 18 Mei 2025, Tiket Bisa Dipesan di Traveloka

Disepakati, harga kontrak rumah senilai Rp5 per tahun. Dengan lama kontrak lima tahun maka uang yang harus dibayarkan keduanya sebanyak Rp25 juta. Rencananya kontrakan mau ditempati pada 2012. 

"Mau dibayar dulu dengan cara dicicil tapi biar ada kesepakatan supaya tidak saling menipu atau tidak lari, sertifikat saya diminta," kata Hedi pada Senin (12/5/2025).

Istri Hedi selanjutnya diajak untuk pergi ke notaris, iminta menandatangani dokumen yang katanya merupakan surat perjanjian kontrak mengontrak rumah. "Yang ditandatangani itu tidak tahu apa, katanya kan perjanjian kontrak mengontrak [rumah]," ungkapnya. 

Setelah menandatangani itu, istri Hedi pun diminta pulang, tidak ada masalah yang terjadi. Namun pada 2012 bulan Mei, sebuah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mencari istri Hedi selaku pemilik tanah. Kata Hedi, sertifikat tanah istrinya justru diagunkan dan juga dibalik nama atas nama SJ. 

"Ketemu ini [istri], loh saya tidak pernah gadaikan di bank. Ternyata tahu dibalik nama itu yang bilang BPR, kalau sudah dibalik nama sudah diagunkan bank dan kreditnya macet," ujarnya. 

Hedi lantas melakukan kroscek ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait status tanah milik istrinya. Saat dicek memang benar telah berganti nama, Hedi pun melaporkan kasus ini ke Polresta Sleman. Setelah diproses, ditangkap lah SH sementara SJ disebut Hedi masuk dalam DPO. SH selanjutnya menjadi terpidana divonis sembilan bulan dalam kasus penipuan dan penggelapan. 

Dalam persidangan diketahui KTP Evi Fatimah, istri Hedi dilegalisir oleh notaris untuk balik nama. Padahal menurut Hedi, istrinya tak pernah menyerahkan KTP asli. Merujuk hal ini, Hedi melaporkan notaris tersebut ke Majelis Pengawas Daerah (MPD) Notaris. Hasilnya notaris kata Hedi diketok bersalah melanggar kode etik. 

Gugatan Ditolak

Dengan adanya putusan pidana dan putusan MPD mengajukan gugatan perdata. Namun putusan tersebut berbuah Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) alias tidak diterima.

Sampai saat ini, Hedi belum bisa kembali mendapatkan sertifikat tanah milik istrinya. Berjuang lebih dari 12 tahun, Hedi berharap sertifikat tanah milik istrinya bisa dikembalikan. Hedi juga berharap bisa menemui Komisi III DPR RI untuk mengadukan persoalan ini. 

BACA JUGA: Jadwal KRL Solo-Jogja Hari Ini Minggu 18 Mei 2025: Dari Stasiun Palur, Jebres, Balapan, Purwosari hingga Ceper Klaten

"Kalau bisa saya ingin ke DPR Komisi III untuk mengadukan, karena saya sendiri. Saya bertarung sendiri melawan mafia. Sangat berat," ujarnya. 

Kasat Reskrim Polresta Sleman AKP Riski Adrian menegaskan apabila kasus penipuan tersebut telah inkrah dengan satu terduga pelaku yang masih berstatus DPO. "Untuk penanganan kasus penipuannya sudah inkrah satu pelaku dan satu pelaku lagi masih DPO," ujarnya 

Polisi kata Adrian masih melakukan pencarian terhadap terduga pelaku. "Untuk tim masih melakukan pencarian satu terduga pelaku," ucapnya. 

Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman atau Badan Pertanahan Nasional Sleman memberi penjelasan atas kasus tanah yang menjerat Hedi Ludiman dan Evi Fatimah.

Sertifikat tanah milik Evi yang sebelumnya diblokir bisa dilelang dan berbalik nama kembali. Perihal hal tersebut Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman, Imam Nawawi mengatakan Kantor Pertanahan Sleman telah berkirim surat kepada Evi pada 28 Mei 2024 terkait dokumen blokir tersebut. Dalam surat tersebut diuraikan secara rinci status tanah milik Evi sejak 2011 lalu.

Blokir Dibuka

Proses terbukanya blokir tanah milik Evi telah sesuai dengan regulasi yang berlaku. Pasalnya pasca 30 hari diblokir, maka status tanah otomatis terbuka kembali. "Berdasarkan ketentuan, blokir kan hanya berlaku 30 hari, itu karena memang ketentuan," kata Imam ditemui pada Rabu (14/5/2025) di Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman.

Saat blokir terbuka, tanah milik Evi yang sebelumnya di balik nama atas nama SJ selanjutnya dilelang Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) atas permohonan salah satu BPR karena dimasukkan sebagai agunan. Diproses lelang ini lah tanah dibeli oleh pihak lain dan dibalik nama oleh pemenang lelang. 

"Kemudian dilelang, saat lelang pun itu karena tadi sudah tidak ada tercatat blokir, Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) itu sudah terbit, kemudian lanjut itu, setelah lelang itu," ucapnya  

"Kami sebagai lembaga pencatat administrasi, ini sepanjang administrasi terpenuhi, syarat formilnya terpenuhi, kita proses. Kalau ada peralihan jual beli, misalnya peralihan jual beli, berdasarkan akta jual beli," ungkapnya. 

Dilelang

Saat dilelang, ada risalah lelang yang dibuat oleh KPKNL selaku pejabat lelang. Risalah ini dijadikan BPN sebagai dasar melakukan pencatatan lelang yang telah dibuat dari kutipan risalah lelang oleh pejabat kantor lelang dari KPKNL. 

"Jadi administrasi sudah terpenuhi, sehingga pencatatan kami tidak ada alasan untuk menolak, untuk mencatat atas lelang tersebut," ujarnya. 

BACA JUGA: Jadwal Terbaru KRL Jogja-Solo Minggu 18 Mei 2025: Stasiun Tugu, Lempuyangan, Maguwo, Ceper, Srowot, Klaten Delanggu hingga Palur

Sebelumnya permintaan pemblokiran dilakukan oleh Polres Sleman lewat surat pada 2 Juli 2012. Waktu itu proses penyelidikan kasus penipuan dan penggelapan yang diduga dilakukan SJ dan SH sedang dilangsungkan. Namun pemblokiran itu hanya berlaku 30 hari. Beda halnya kala sertifikat tanah tersebut disita yang mana nantinya tanah tersebut tak bisa dilepas sampai status sita dicabut. 

"Berdasarkan ketentuan, itu hanya berlaku 30 hari, kecuali dulu dilakukan sita. Nah kalau dilakukan sita itu status quo sudah praktis, sampai diangkat sita baru bisa nanti lepas," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news