Evaluasi Pembagian Urusan Pemerintahan Jadi Fokus Revisi UU 23/2014

2 months ago 30
Evaluasi Pembagian Urusan Pemerintahan Jadi Fokus Revisi UU 23/2014Direktur Fasilitasi Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah, Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri Cheka Virgowansyah (dok. Syamsi/Kabar Makassar)

KabarMakassar.com — Evaluasi pembagian urusan pemerintahan menjadi salah satu fokus yang dibahas pada rencana revisi undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Hal ini juga memastikan bahwa revisi undang-undang 23/2014 bukan untuk menambah atau mengurangi kewenangan daerah.

Direktur Fasilitasi Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah, Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri, Cheka Virgowansyah, menjelaskan bahwa revisi UU 23/2014 kini tengah dibahas bersama Kemenko Polhukam dengan melibatkan berbagai pihak.

“Nah, kewenangan yang mau dibahas itu bagaimana evaluasi atas kewenangan-kewenangan yang existing hari ini, pembagian urusan pemerintahan, urusan pemerintah pusat seperti apa, urusan pemerintah provinsi seperti apa, pemerintah kabupaten/kota seperti apa. Ini yang sedang dikaji kembali sebagaimana di DIM, daftar inventaris masalah di Baleg DPR,” ujar Cheka, Kamis (09/10/2025)

Cheka menegaskan bahwa pembahasan revisi UU 23/2014 tidak dimaksudkan untuk memperluas kewenangan pemerintah daerah, melainkan memperjelas pembagian urusan pemerintahan agar lebih proporsional dan efisien.

Dia menyebutkan, sistem pemerintahan Indonesia yang berlandaskan pembagian urusan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota perlu terus dievaluasi agar tetap relevan.

“Jadi bukan wewenang ya, urusan. Pembagian urusan. Jadi kan urusan pemerintahan itu kita kan bersepakat, pemerintahan Indonesia itu berbasiskan urusan pemerintahan. Jadi urusan pemerintah pusat, urusan pemerintahan provinsi, urusan kabupaten/kota. Masalah simpel nggak simpelnya nanti setelah pembahasan,” kata Cheka.

Dia juga menyampaikan bahwa revisi undang-undang ini akan menyoroti dampak pelaksanaan pembagian urusan pemerintahan yang telah berjalan sejak 2014.

Menurutnya, seluruh hasil evaluasi akan menjadi dasar untuk memperbaiki kebijakan maupun pasal-pasal yang dinilai tidak lagi relevan dengan kebutuhan saat ini.

Kata dia, Undang-Undang 23/2014 telah berlaku selama hampir 11 tahun dan kini perlu disesuaikan dengan dinamika politik, ekonomi, serta perubahan sosial di daerah.

“Sekarang ini yang jelas bagaimana kita mengevaluasi dari pembagian urusan yang existing pasca Undang-Undang 23 diterbitkan di 2014 yang lalu. Sekarang kan sudah hampir mau 11 tahun nih, bagaimana dampaknya, bagaimana progresnya, apa saja kendala-kendalanya, kalau perlu ada yang kita perbaiki, baik itu di level kebijakan, maka akan masuk di batang tubuh pasalnya nanti,” ujarnya.

Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah selama ini, kata Cheka, dapat dilihat melalui sejumlah indikator makro. Dia menilai bahwa secara nasional, tren pembangunan menunjukkan perbaikan meskipun masih diperlukan evaluasi lebih rinci di tiap daerah.

“Kalau kita melihat keberhasilan tentunya pasti kita lihat dari indikator makro ya, tren indikator makro getting better lah, getting better bahwasannya income per capita, terus lagi tadi usia harapan lama sekolah, pertumbuhan ekonomi, artinya selama pasca otonomi daerah, dia juga selaras atau sejalan dengan pertumbuhan-pertumbuhan indikator makro lainnya,” ungkap Cheka.

Dia menuturkan, pelaksanaan urusan pemerintahan tidak berhenti pada level nasional saja. Analisis mendalam juga akan dilakukan di tingkat daerah untuk menilai efektivitas pelaksanaan pemerintahan daerah.

“Ini kan baru secara nasional, nah per daerah ini juga bisa kita lihat, artinya dengan dilaksanakan urusan pemerintahan kabupaten/kota maupun provinsi di daerah ini, bagaimana dampaknya bagi pembangunan daerah, itu yang mau kita bahas lebih dalam nanti di pasal per pasal,” pungkasnya.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news