Ada Lagi Hewan Mati di Zona Merah Antraks, Lalu Lintas Ternak di Gunungkidul Bakal Diawasi Ketat

5 hours ago 4

Ada Lagi Hewan Mati di Zona Merah Antraks, Lalu Lintas Ternak di Gunungkidul Bakal Diawasi Ketat Sejumlah petugas memeriksa dan mengevakuasi sapi yang mati mendadak milik Jumiyo di Dusun Grogol 4, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul, Kamis (27/6/2019). - Istimewa

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Pemkab Gunungkidul akan meningkatkan pemantauan dan pengawasan terhadap lalu lintas ternak jelang perayaan Iduladha. Hal ini tak lepas adanya kasus dua ekor ternak yang mati secara mendadak di Kalurahan Tileng, Girisubo.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul, Wibawanti Wulandari mengatakan, kembali menemukan dua ternak mati di Kalurahan Tileng. Ia memastikan, tidak ada aktivitas penyembelihan bangkai karena langsung dikubur menggunakan cara penanganan antraks.

“Kejadiannya minggu lalu. Yang mati satu ekor sapi dan kambing,” kata Wibawanti kepada wartawan, Selasa (6/5/2025).

Untuk kepastian penyebab kematian apakah karena tertulan antraks atau tidak sudah melakukan pengambilan sampel guna diuji di Balai Besar Veteriner. Meski hasil belum keluar, tapi pihaknya tetap waspada dikarenakan lokasi ternak mati berada di wilayah yang ditemukan penyakit antraks.

“Kalurahan Tileng [Girisubo] dan Bohol di Kapanewon Rongkop merupakan zona merah antraks,” katanya.

Menurut dia, upaya vaksinasi untuk penanggulangan antraks terus dilakukan karena sudah ada 754 ternak di Kalurahan Bohol mendapatkan vaksin. “Sekarang pemberian vaksin ke ternak di Kalurahan Tileng,” katanya.

BACA JUGA: Berstatus Zona Merah Antraks, Pemda DIY Larang Hewan Kurban dari Girisubo dan Rongkop Gunungkidul

Meski ada lagi ternak yang mati, ia berharap Masyarakat tidak panik. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul berkomitmen untuk pencegahan, terlebih lagi jelang perayaan Iduladha.

Upaya pemantauan dan pengawasan ke pasar hewan terus dilakukan sebagai komitmen dalam upaya memerangi kasus antraks. Wibawanti mencatat, setiap tahunnya ada 5.000-6.000 ekor ternak keluar Gunungkidul untuk kepentingan Berkurban.

“Agar aman, kami tidak hanya mengawasi lalu lintas ternak. Tapi, juga ada kewajiban mengurus surat keterangan kesehatan hewan bagi ternak yang akan dibawa keluar dari Gunungkidul,” katanya.

Sekretaris Daerah Gunungkidul, Sri Suhartanta mengatakan, pos pos pengawasan ternak di wilayah perbatasan akan dioptimalkan. Selain itu, untuk mencegah antraks juga sudah menggagas peraturan memberikan kompensasi bagi ternak mati karena penyakit.

Sesuai dengan draf Peraturan Bupati yang disusun, setiap ternak yang mati akan diberikan kompensasi maksimal Rp5 juta per ekornya. Namun, kepastian nominal juga bergantung dengan jenis maupun besar kecilnya ternayk yang dimiliki.

“Jadi nantinya kompensasi yang diberikan tidak sama. Kalau sapi yang sudah dewasa dan besar akan mendapat Rp5 juta per ekor,” katanya.

Menurut dia, kompensasi diberikan untuk mencegah terjadinya penyembelihan bangkai ternak maupun praktik brandu yang seringkali menjadi penyebab antraks di Gunungkidul. “Memang tidak bisa menutupi kerugian menyeluruh. Paling tidak, kompensasi diberikan bisa untuk mengebumikan ternak mati sekaligus dapat dipergunakan membeli anakan ternak kemudian dibesarkan,” ungkap Sri Suhartanta. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news