Pertanian Kedelai Hanya Ada di Prambanan, Sleman Kekurangan Pasokan

1 day ago 10

Harianjogja.com, SLEMAN--Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman mengaku Bumi Sembada kekurangan pasokan kedelai. Tingkat konsumsi kedelai diklaim lebih tinggi daripada angka produksi.

Kepala Bidang Tanaman Pangan DP3 Sleman, Siti Rochayah, mengatakan panen kedelai sepanjang 2024 hanya dilakukan di lahan seluas 7 hektar (ha). Per hektar menghasilkan 1,7 ton kedelai. Dengan begitu total produksi kedelai sebesar 11,9 ton atau 11.900 kilogram (kg).

Harga kedelai per kg menyentuh Rp11.000 - Rp12.000. Mengacu pada harga terendah, nilai produksi 11,9 ton kedelai mencapai Rp130,9 juta.

“Rp130,9 juta itu juga nilai produksi saja, nanti digunakan lagi untuk modal beli pupuk sampai pembibitan,” kata Siti ditemui di kantornya, Kamis (12/6/2025).

Siti mengaku belum dapat menyampaikan angka konsumsi kedelai di Kabupaten Sleman. Meski begitu, dia mengklaim Sleman kekurangan kedelai. Kebutuhan pasokan kedelai dilakukan dengan mendatangkan dari luar daerah.

Sebenarnya, pertanian kedelai sempat dikembangkan di Kapanewon Minggir dan Seyegan. Lantaran pasokan air dan kualitas tanah, tanaman kedelai tidak berkembang baik di Minggir. Padahal ada lahan seluas 40 ha yang telah ditanami kedelai.

BACA JUGA: Kontraktor Berjanji Akan Perbaiki Jalan Rusak Akibat Proyek Jalan Tol Jogja-Solo di Wilayah Sleman

Adapun lahan di Seyegan membentang seluas 10 ha. Pertumbungan tanaman kedelai pun tergolong baik. Artinya, pertanian kedelai siap dikembangkan besar-besaran di sana. Namun, petani cenderung mengandalkan bantuan bibit dari Pemerintah. Berbeda dengan petani di Prambanan yang melakukan pembibitan secara mandiri.

Lebih jauh, menurut Siti, petani tidak suka tahap pasca-panen. Kedelai memang perlu perlakuan khusus setelah dipanen. Kedelai harus dikupas dan dikeringkan. Butuh mesin pengupas agar pengupasan menjadi lebih cepat.

"Kalau musim tanam kan Juni - Juli. Jadi untuk tahun ini masih belum ada produksi kedelai apapun,” katanya.

Petani kedelai, termasuk di Prambanan juga lebih menyukai varietas Anjasmara. Sempat ada bantuan dari Pemerintah Pusat untuk varietas tersebut. Lantaran petani tidak menyukainya, Pusat urung menyalurkan bantuan.

Kendala lain pengembangan kedelai adalah musim. Apabila salah perhitungan, curah hujan dengan intensitas tertentu dapat membuat tanaman kedelai busuk. Apalagi BMKG memprediksi kemarau basah akan terjadi pada 2025.

Di lain pihak, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Margodadi, Beni Sujendro, mengatakan tanaman kedelai memiliki treatment berbeda dengan sejumlah tanaman pangan. Tanaman kedelai perlu dirawat secara tekun dengan ketepatan waktu.

“Kami akhirnya memilih mengembangkan tanaman pangan lain. Rutinitas di Margodadi juga pertanian padi,” kata Beni.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news