Harianjogja.com, SLEMAN–Rencana pembentukan Koperasi Merah Putih dinilai bisa mendukung perekonomian hasil peternakan. Terlebih para peternak di Indonesia khususnya peternak sapi perah sudah lekat dan familiar dalam koperasi susu.
Peneliti Fakultas Peternakan UGM, R. Ahmad Romadhoni Surya Putra mengungkapkan keberhasilan hubungan antara masyarakat desa atau dalam hal ini peternakan dengan kelembagaanya koperasi dan industri salah satu yang terbaik ada pada koperasi susu. Tidak hanya berhubungan baik dengan peternak, koperasi juga berhubungan dengan baik dengan industri.
"Ini merupakan rantai pasok yang cukup ideal untuk komoditas peternakan atau komoditas pertanian secara umum," kata Dhoni pada Jumat (23/5/2025).
Dhoni bahkan mengklaim apabila koperasi komoditas yang paling berhasil adalah koperasi susu. Menurut Dhoni keberhasilan praktik koperasi susu ini bisa menjadi pertimbangan pemerintah untuk mendorong Koperasi Merah Putih.
"Best practice ini saya kira mungkin menjadi salah satu pertimbangan bagi pemerintah juga untuk mendorong berkembangnya Koperasi Merah Putih yang berbasis pedesaan," tandasnya.
Namun peneliti di bidang Farm Management, Impact Evaluation, Livestock Policy, Technology Assessment itu juga mengingatkan bagaimana partisipasi dari peternak atau dari anggota koperasi yang menjadi komponen utama untuk keberlanjutan koperasi.
Terkait dengan Koperasi Merah Putih, secara umum Dhoni mendukung Koperasi Merah Putih. Ide Koperasi Merah Putih ini dinilai baik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Saya kira apapun Koperasi Merah Putih, BUMDes itu idenya bagus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di pedesaan. Garis besarnya seperti itu, itu perlu didukung," tuturnya.
Bagaimana pun, koperasi kata Dhoni sejalan dengan masyarakat Indonesia yang kolektif dan cocok dengan sosiokultural yang ada. Sehingga masyarakat lanjut dia tak harus serta merta dihadapkan dengan industri yang mungkin secara modal lebih kuat.
"Sebagai seorang peneliti saya bersyukur karena kemudian pemerintah memperhatikan lagi pada bagaimana mengembangkan koperasi," ujarnya.
Menurut Dhoni problem utama pengembangan koperasi bukan pada aspek kelembagaan, melainkan pada ketersediaan lahan. Usaha peternakan sapi perah contohnya justru kesulitan mencari pakan karena menyempitnya lahan.
"Secara desain kebijakan, bahwa memang skema kebijakan jika dilaksanakan secara ideal akan sangat membantu masyarakat desa, petani, peternak, dengan berbagai macam komoditas," jelasnya.
"Untuk komoditas lain misalnya telur, daging ayam, saya kira untuk mendukung MBG pun masih oke, tapi untuk susu saya kira masih menjasi pertanyaan," imbuhnya.
Dekan Fapet UGM, Prof. Budi Guntoro menambahkan produksi susu di Indonesia masih kurang dari 20% dari kebutuhan yang ada. Apabila untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dibutuhkan penambahan sapi perah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi.
"Untuk memenuhi kebutuhan minum susu anak dan ibu hamil, Indonesia butuh sekitar 1,2 juta ekor sapi perah. Tentu saja itu tidak bisa instan," ungkapnya.
Pemasukan live animal dalam hal ini sapi perah lebih dipilih ketimbang bergantung pada impor susu ke Indonesia. "Dengan membesarkan sapinya tentu ini akan berdampak pada mata pencaharian yang lebih luas," tegasnya.