Amin Risman Ragil, seorang pelaku usaha yang tekun sebagai perajin patung relief sejak era krisis moneter tahun 1998 an bertahan hingga saat ini. - Istimewa.
Harianjogja.com, MAGELANG—Adalah Amin Risman Ragil, seorang pelaku usaha yang tekun sebagai perajin patung relief sejak era krisis moneter tahun 1998 an bertahan hingga saat ini. Menariknya, Amin yang juga warga Karangrejo, Magelang ini memanfaatkan limbah batu cobek yang diolah menjadi karya seni bernilai tinggi.
Amin menjadi salah satu dari sekian banyak UMKM yang turut memamerkan karyanya dalam Festival Suadesa 2025 di Gasblock PGN. Kegiatan digelar bersamaan dengan libur panjang Waisak pada 10-11 Mei 2025.
BACA JUGA: Pameran Seni Rupa MEMOIR Digelar 7-10 Mei 2025 di Sarang Art Building Block I
Amin menceritakan saat krisis ekonomi melanda di tahun 1998, ia melihat peluang dari limbah serpihan batu cobek yang biasa dibuang oleh penrajin. Berkat kreativitasnya, ia mengubah limbah itu menjadi barang bernilai ekonomi. Caranya ia mengolah serpihan batu tersebut dengan resin untuk menghasilkan patung relief yang unik dan menarik.
Ia sempat mengalami masa puncak kejayaan di era tahun 2000-an. Mampu memproduksi sedikitnya 500 patung relief per har dengan 9 karyawan. Produk buatannya menjadi salah satu kerajinan yang menjadi buruan wisatawan baik lokal maupun mancanegara.
Sehari bisa 500 unit kerajinan laku terjual. Bahkan ketika banyak pelancong dari luar negeri yang datang ke Borobudur menggunakan kapal pesiar melalui pelabuhan Semarang, satu unit kerajinan bisa terjual hingga USD 100.
Banyak pembeli datang ketempatnya dan membeli produknya melanjutkan dengan pembelian dalam skala besar. Kerajinan karyanya pun menembus pasar ekspor ke negara-negara seperti Prancis, Amerika Serikat, dan Australia.
"Tetapi ketika saya mengubah pola penjualan dari sistem promosi dan keliling ke berbagai tempat menjadi offline dan fokus pada membesarkan toko offline, sempat membuat penjualan kerajinan menurun," katanya, Senin (12/5/2025).
Terlebih dengan persaingan pasar dimana banyak penrajin yang bermunculan di sekitar kawasan wisata Candi Borobudur. Ia kembali menggunakan dua jalur pemasaran, baik offline maupun mengikuti berbagai pameran baik yang diselenggarakan di Jakarta, Surabaya dan kota-kota lainnya. Alhasil, penjualannya kembali stabil.
"Selain itu kami terus menjaga mutu sehingga pembeli baru atau pun konsumen lama, akan terus menjadi pelanggan," ujarnya.
Ia mengungkap dalam gelaran Suadesa Festival 2025, penjualannya bahkan naik dua kali lipat untuk produk kerajinan tertentu. Hal serupa juga sempat ia rasakan pada saat PGN menggelar Balkonjazz Festival di tahun sebelumnya. Menurutnya sejak dibangunnya Balkondes)Karangrejo oleh PGN dan menjadi desa wisata, turut mendongkak penjualan produknya hingga 50 persen.
BACA JUGA: Kemenparekraf Tetapkan Jogja Sebagai Kota Kreatif Sub Sektor Seni Rupa
"Setiap event yang digelar, PGN memang selalu melibatkan masyarakat dan pelaku UMKM setempat untuk ikut ambil bagian, sehingga saya bisa ikut terlibat. Tahun ini, ada 40 stan UMKM Desa Karangrejo dan Desa Wringin Putih Borobudur yang diberikan ruang stand untuk ikut serta memamerkan usaha," Katanya.
Dari 40 UMKM tersebut, bidangnya pun beragam, mulai dari makanan tradisional, jajanan pasar, berbagai kerajinan kayu, pahat batu, anyaman, batik, aksesoris Borobudur, pecel, angkringan, jetkolet, jajanan pasar, jamu, dan lain-lain. Alhasil banyak pelaku usaha dan masyarakat desa ikut merasakan dampak dari berbagai kegiatan yang digelar di kawasan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News