Harianjogja.com, JAKARTA—Memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyebut pengguna rokok elekterik atau vape di kalangan remaja di Indonesia kian naik.
Adapun data Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 menunjukkan bahwa 7,5% orang usia 15–24 tahun menggunakan rokok elektronik, lebih tinggi dibandingkan 3,1% pada kelompok usia 25–44 tahun. Lebih mengejutkan lagi, Global School-Based Health Survey 2023 mencatat 12,4% siswa usia 13–17 tahun saat ini menggunakan rokok elektronik.
"Kekhawatiran khusus muncul dari tingginya angka penggunaan rokok elektronik di kalangan muda," ungkap Dr N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia, Sabtu (31/5/2025).
Adapun rilis ini dikeluarkan oleh WHO, karena ada momentum peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2025. Momen ini menjadi langkah agar pemerintah kian serius memperhatikan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh rokok.
Di sisi lain, WHO juga memuji Pemerintah Indonesia atas pengesahan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024, yang menetapkan langkah-langkah besar yang bertujuan membatasi penggunaan tembakau, khususnya pada kalangan muda yang telah menjadi prioritas kesehatan masyarakat penting.
Menurut WHO, aturan-aturan utama dalam PP No.28 meliputi peningkatan batas usia minimum untuk membeli tembakau, rokok elektronik, dan produk nikotin lainnya menjadi 21 tahun, larangan penjualan rokok ecer per batang, syarat peringatan kesehatan bergambar mencakup 50% kemasan, larangan penggunaan perisa dan zat aditif, dan larangan iklan tembakau pada media sosial.
WHO menilai langkah-langkah berani pemerintah Indonesia pada akhir masa kepemimpinan Presiden Jokowi menjadi tonggak penting dalam melindungi penduduk Indonesia khususnya generasi muda dari bahaya mematikan produk tembakau dan nikotin.
“Peraturan baru Indonesia menjadi terobosan besar dalam upaya melindungi generasi-generasi mendatang dari bahaya terkait tembakau. Langkah-langkah ini menunjukkan kemauan politik yang kuat dan kesadaran yang jelas bahwa melindungi kesehatan kalangan muda saat ini penting untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045," katanya.
BACA JUGA: Korban Penganiayaan di Ponpes Ora Aji Dilaporkan ke Polisi Atas Tuduhan Pencurian
Paranietharan menegaskan bahwa Indoneia memutuhkan tindakan tegas yang berbasis bukti sangatlah nyata. WHO menyerukan kepada Indonesia untuk melanjutkan momentum dan menerapkan kemasan standar untuk semua produk tembakau dan nikotin.
Menurutnya, kemasan standar disebut juga kemasan polos, tidak mencantumkan logo merek, warna, maupun unsur promosi pada kemasan produk, melainkan hanya menyebutkan merek dalam bentuk huruf standar disertai peringatan kesehatan berukuran besar. Bukti menunjukkan bahwa intervensi ini:
1 Mengurangi daya tarik produk tembakau dan nikotin, terutama bagi anak muda;
2 Menghilangkan fungsi kemasan sebagai alat pemasaran;
3 Mencegah desain yang memberi kesan keliru tentang keamanan produk; dan
4 Meningkatkan visibilitas dan dampak dari peringatan kesehatan
Secara global, 25 negara telah mengadopsi dan menerapkan kebijakan kemasan standar, dan empat negara lainnya sedang dalam tahap implementasi. Di antara negara-negara G20, Arab Saudi, Australia, Inggris, Kanada, Prancis, dan Türkiye telah memberlakukan kebijakan ini.
Di kawasan ASEAN, Laos, Myanmar, Singapura, dan Thailand juga telah mengadopsi kemasan standar dan tengah berada di berbagai tahap pelaksanaan, menunjukkan bahwa langkah ini layak dan efektif dalam konteks regional.
"Industri tembakau terus menentang kemasan standar dengan klaim yang tidak berdasar, seperti memicu perdagangan ilegal, merugikan pelaku usaha kecil, dan melanggar hukum perdagangan. Namun, argumen-argumen ini tidak dapat dibuktikan. Data langsung dari negara-negara yang telah menerapkannya – terutama Australia, yang memeloporinya pada tahun 2012 – menunjukkan penurunan angka merokok, peningkatan upaya berhenti merokok, dan hasil kesehatan masyarakat yang membaik," tulisnya.
Secara hukum, Indonesia berada pada posisi yang kuat untuk melangkah lebih jauh. Pasal 435 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 memberikan dasar hukum yang solid untuk mengadopsi kemasan standar. Sekarang, dibutuhkan peraturan teknis terkait pelaksanaannya agar dapat diberlakukan.
“Sekaranglah saatnya,” ujar Dr Paranietharan. “Kemasan standar adalah upaya yang telah terbukti mampu menangkal kemampuan industri tembakau memasarkan produk berbahaya menjadi seolah-olah aman atau menarik. Kebijakan ini akan meredam pengaruh industri, melindungi generasi berikutnya dari jeratan pembentukan citra yang menyesatkan, dan menyelamatkan banyak nyawa. Indonesia telah menyiapkan landasan hukumnya – sekarang dibutuhkan aksi nyata.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara