Harianjogja.com, SLEMAN–Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang oleh PT. Mataram Tunggal Garment (MTG) karena pabrik terbakar, menambah panjang catatan pekerja kena PHK di Sleman pada 2025. Hingga Juni ini, lebih dari 1.000 pekerja di Sleman terkena PHK.
Pada Senin (16/6/2025) sebanyak 989 pekerja yang secara resmi kena PHK menerima Jaminan Hari Tua (JHT) dengan total klaim Rp3,9 miliar. Jumlah ini semakin menambah jumlah pekerja terkena PHK di 2025.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Sleman, Sutiasih mencatat hingga pertengahan Juni 2025 ini sudah ada 270 pekerja dilaporkan kena PHK. Dengan tambahan 989 pekerja ter-PHK dari PT MTG, total pekerja kena PHK di Sleman 1.259 pekerja. "Yang tercatat itu dilaporkan kami ada 270 [sampai Juni] ditambah 989," terang Sutiasih dikutip pada Selasa (17/6/2025).
Akan tetapi jumlah pekerja korban PHK ini kata Sutiasih bersifat dinamis. Bisa jadi ada satu-dua PHK yang dilaporkan setiap harinya. "Jadi, itu kan dinamis juga. Tiap hari tambah satu dua laporan PHK. Nanti sekarang sekian, besok sudah tambah lagi," jelasnya.
Begitu pun sebaliknya, kadang pekerja yang sebelumnya dilaporkan terkena PHK, namun sudah mendapatkan pekerjaan baru. "Kadang yang dilaporkan PHK mereka sudah bekerja juga, jadi dinamis sekali memang untuk pengangguran," tandasnya.
Meski demikian Disnaker kata Sutiasih tetap berusaha sebaik-baiknya melayani para korban PHK. Mereka yang ingin mengikuti pelatihan akan diprioritaskan. Sementara bagi mereka yang mencari pekerjaan baru, dinas juga memfasilitasi mereka dengan mendatangkan perusahaan yang mencari rekrutan anyar.
"Sudah kami hadirkan perusahaan untuk bisa rekrut di tempat, kami fasilitasi," ungkapnya.
Untuk membantu pekerja yang kena PHK dari PT MTG, Pemkab Sleman juga telah memfasilitasi kuota penyerapan tenaga kerja di empat perusahaan sejenis. Keempatnya meliputi PT Hansol Indo, PT Busana Remaja Agracipta (BRA), PT Sport Glove Indonesia (SGI) dan PT Anggun Kreasi Garmen. Terakhir ada tambahan pula dari PT Marel Sukses Pratama.
"PT. Marel itu ada 40 lowongan sama PT Anggun ada 150 lowongan," terangnya.
Lewat program yang disebut Fasilitasi Seleksi Pekerja (Taksi Pekerja) ini, para karyawan terdampak PHK diharapkan bisa segera mendapatkan pekerjaan. Selain itu, informasi lowongan kerja di Disnaker juga banyak dan bisa dibuka di laman website.
"Taksi Pekerja kan harus menghadirkan perusahaannya, tapi layanan yang setiap hari kami lakukan di Disnaker itu lowongannya banyak, tapi belum bisa kami hadirkan, kadang perusahaannya belum siap atau tidak bisa, kadang di luar kota. Jadi lowongan selain ini banyak, buka aja website atau Instagram Disnaker itu ada," jelasnya.
Soal lonjakan PHK ini, Dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) FISIPOL UGM dan juga peneliti di Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, Hempri Suyatna, mengungkapkan bahwa isu PHK telah menjadi ancaman superproduktif yang merambah lintas sektor. Tidak hanya industri padat karya seperti garmen dan tekstil yang sebelumnya dominan terdampak, kini gelombang PHK juga menyentuh industri teknologi dan media.
Dari sejumlah survei yang Hempri lakukan, salah satunya dari Survey Asosiasi Pedagang Indonesia, terdapat beberapa faktor utama penyebab PHK antara lain penurunan daya beli masyarakat, efisiensi anggaran perusahaan, kenaikan biaya produksi, otomatisasi dan adopsi teknologi, serta ketergantungan pada pasar ekspor.
"Kondisi ini tentunya membawa dampak signifikan pada struktur sosial ekonomi masyarakat. Salah satu yang paling disorot adalah potensi menurunnya kelas menengah. Ketika kelas menengah turun, daya beli melemah, angka kemiskinan pun berisiko naik," ungkapnya.
Untuk mengatasi adanya PHK, Hempri menilai perlu adanya revisi Peraturan Pemerintah No. 8/2024, dimana perlu ada regulasi yang membatasi masuknya produk asing secara masif dan tidak terkontrol. Dia juga mendorong ekosistem pengembangan usaha yang kondusif, membuat kebijakan-kebijakan untuk mengatasi korban PHK, pengadaan hilirisasi inovasi, bantuan sosial, serta stimulus untuk kelas menengah meliputi akses modal, teknologi, pemasaran. Termasuk menggelar pelatihan berbasis kebutuhan pasar yang nyata.
Dari pandangan Hempri, fleksibilitas dalam rekrutmen juga menjadi sangat penting, terutama dalam situasi ekonomi yang tidak menentu, seperti meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor ini. Karenanya Hempri juga sepakat dan menyetujui rencana Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli untuk menghapus batasan usia sebagai syarat dalam lowongan pekerjaan.
"Fleksibilitas ini penting karena banyak orang kehilangan pekerjaan. Pemerintah harus mendorong penciptaan lapangan kerja sekaligus memberi akses lebih luas kepada masyarakat dari berbagai kelompok usia untuk bekerja secara layak," tegasnya.
Akan tetapi menurut Hempri perubahan regulasi ketenagakerjaan harus tetap berpijak pada prinsip hak asasi manusia, terutama dalam konteks perlindungan terhadap anak. "Jangan sampai kita membuka akses kerja tetapi justru mengorbankan hak tumbuh kembang anak. Usia anak itu adalah masa membangun karakter dan inovasi, bukan untuk bekerja. Jadi meski aturannya dihapus, tetap batasan usia itu diperhatikan," tukasnya.