Tuwanggana Eksis, Pemberdayaan Masyarakat Dinamis

14 hours ago 6

Tuwanggana Eksis, Pemberdayaan Masyarakat Dinamis Talkshow terkait Peraturan Gubernur (Pergub) DIY Nomor 12 Tahun 2025 Tentang Tuwanggana yang sudah disahkan 21 Maret 2025 lalu.

JOGJA—Pemerintah Daerah (Pemda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki Peraturan Gubernur (Pergub) DIY Nomor 12 Tahun 2025 Tentang Tuwanggana yang sudah disahkan 21 Maret 2025 lalu. Tuwanggana merupakan nama baru yang diberikan oleh Gubernur DIY untuk Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) di wilayah Yogyakarta.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Kalurahan, Kependudukan, dan Pencatatan Sipil (Dinas PMK Dukcapil) DIY KPH. Yudanegara mengatakan Tuwanggana ini merupakan perwujudan dari Permendagri Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa. Dari Permendagri inilah lalu pelaksanaannya di DIY berdasarkan Pergub DIY Nomor 12 Tahun 2025 Tentang Tuwanggana.

"Tugasnya evaluasi pengawasan dan aspirasi masyarakat untuk disampaikan ke pemerintah kalurahan dan kelurahan. Tuwanggana mengusulkan, mengevaluasi dan akan menjadi mitra pemerintah kalurahan dan kelurahan. Karena dari Permendagri 18/2018 itu ada 6 mitra, yaitu RT, RW, PKK, Posyandu, Karang Taruna dan LPMK atau di DIY disebut Tuwanggana," kata KPH. Yudanegara.

Pria yang biasa disapa Kanjeng Yuda ini mengatakan Tuwanggana ini hanya ada di DIY karena berkaitan dengan keistimewaan DIY. Sebab dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta mengatur keistimewaan DIY, termasuk kelembagaan pemerintah daerah.

"Ada UU Keistimewaan salah satunya kelembagaan dan di DIY ini ada Dana Keistimewaan (Danais). Nah usulan, pengawasan, evaluasi itu ada salah satu tugasnya di Tuwanggana," kata Kanjeng Yuda.

Fungsi Tuwanggana dalam pembangunan sangat krusial sebagai mitra kalurahan. Hal ini berkaitan erat hubungannya antara birokrasi kalurahan harus seiring berjalan bersama pemberdayaan masyarakat.

“Visi misi Gubernur adalah reformasi kalurahan. Ini ada dua roda, yang pertama pada birokrasi, yang kedua pemberdayaan masyarakat. roda depan dan belakang harus seiring. Dulu pemberdayaan masyarakat ada di Biro Bina Pemberdayaan Masyarakat (Bermas) dan reformasi birokrasi kalurahan ada di Biro Tata Pemerintah. Sekarang oleh Bapak Gubernur dijadikan satu dalam satu dinas agar lebih efektif kinerjanya,” lanjutnya.

Kanjeng Yuda menegaskan pihaknya tengah melakukan sosialisasi berkaitan dengan Pergub Nomor 12 Tahun 2025 tentang Tuwanggana. Terutama peran dari Tuwanggana sebagai wujud dari partisipasi masyarakat dimulai dari mengusulkan program desa.

“Kami dukung penuh Tuwanggana mulai dari Pergub, anggaran. Semua tentang kesejahteraan masyarakat. pak Gubernur bilang kita harus melayani masyarakat salah satunya lewat kalurahan, dan salah satunya lewat Tuwanggana,” jelas Kanjeng Yuda

Ketua DPD LPM Daerah Istimewa Yogyakarta atau Pinituwa Pirukunan Tuwanggana, KPH. Notonegoro, mengatakan kehadiran lembaga ini didasarkan pada kondisi di lapangan yang membutuhkan langkah pasti dalam pembangunan desa. Sehingga peran masyarakat dapat terasa dalam memajukan desa melalui usulan, pengawasan dan evaluasi.

“Kami ada aspirasi cukup lama. Ada beberapa masalah terutama tidak seragamnya regulasi, lalu kami mengatasi masalah dengan kerangka keistimewaan. Oleh Ngarsa Dalem (Gubernur) memutuskan ya sudah didefinisikan saja kami maunya seperti apa. Kemudian kami definisikan (peran dan fungsi Tuwanggana) dan dibantu dinas baru,” ujarnya.

Kanjeng Noto mengatakan Tuwanggana secara historis artinya yang dituakan dan memiliki pengaruh di tengah masyarakat. Selain itu peran Tuwanggana berwujud partisipasi dalam sistem pemerintah desa untuk mengawasi pembangunan desa dan menyaring aspirasi dari masyarakat.

“Jadi memang terbukti bahwa desa-desa atau kalurahan-kalurahan di mana pastipasi masyarakat tinggi itu pasti maju. Kalau partisipasi masyarakat terbatas itu pasti akan tersendat,” kata Kanjeng Noto.

Dia menegaskan peran partisipasi masyarakat sangat penting dalam pembangunan kalurahan dan kelurahan. Kanjeng Noto mencontohkan berbagai acara adat atau tradisi masyarakat yang melibatkan masyarakat.

“Dari dulu kita ada budaya merti desa, sambatan, ada rasulan itu intinya masyarakat berpartisipasi untuk mencapai hasil yang diinginkan bersama sing isa nyumbang duit ya nyumbang duit sing isa ngladhosi dhahar ya ra papa,” katanya.

Walaupun begitu belum begitu banyak kalurahan dan kelurahan di DIY yang tingkat partisipasi masyarakatnya tinggi. Oleh karena itu ia berharap nantinya sesama Tuwanggana dapat berbagi informasi dan pengalaman dalam memajukan desa melalui partisipasi masyarakat.

“Estimasi saya sekitar 20-30 daerah yang tingkat partisipasi masyarakatnya tinggi, itu sudah luar biasa. Ada yang bisa menggenerate pendapatan desa sampai miliaran, namun di ujung satunya ada desa yang partisipasi masyarakatnya tersendat. Mau rapat saja susah dan jarang. Ini yang ingin kami dekatkan gapnya, bagaimana kita membuat sesama Tuwanggana punya suatu sistem untuk saling berbagi,” katanya. (***)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news