Menengok Ruang Batin Andi Bayou dalam Pameran Arsip

1 day ago 8

Menengok Ruang Batin Andi Bayou dalam Pameran Arsip Pameran Arsip Beyond The Notes Andi Bayou digelar pada Kamis (4/12/2025) hingga Minggu (7/12 - 2025). Ist

Harianjogja.com, JOGJA— Jogja selalu punya cara merawat ingatan. Di sebuah sudut yang tenang tak jauh dari Museum Diponegoro, sebuah rumah yang kini menjadi museum menyimpan riwayat panjang seorang musisi yang memilih pulang setelah puluhan tahun menempuh perjalanan panjang di industri musik Indonesia.

Di tempat itulah, pada Kamis (4/12/2025) hingga Minggu (7/12/2025), Pameran Arsip Beyond The Notes – Andi Bayou menghadirkan ruang perjumpaan antara manusia, bunyi, dan perjalanan batin di balik sebuah karya.

Pengunjung tidak hanya melihat alat musik, catatan lama, sampai pita rekaman yang mulai memudar. Mereka seolah diajak masuk ke ruang dalam seorang musisi—ruang yang berisi kegelisahan, pencarian, kerja panjang, sekaligus keyakinan bahwa musik bukan sekadar rangkaian nada, tetapi perjalanan menemukan diri.

Di atas meja kayu tua, tersusun rapi koleksi keluarga. Mulai piano kuno tahun 1920 warisan sang nenek, keyboard dan gitar yang digunakan untuk rekaman bersama Sheila on 7 dan Kangen Band, tulisan lirik, hingga piagam dan piala masa remaja saat Andi masih menjadi atlet bulutangkis.

“Ini sangat monumental. Piano peninggalan nenek saya ini berusia 100 tahun lebih dan masih berfungsi baik. Dari alat inilah saya belajar bermain piano,” ujar Andi.

Di bagian lain museum, kaset dengan tulisan tangan, foto-foto studio era 1990-an, serta surat pribadi memperlihatkan jejak pergulatan seorang anak dari keluarga dokter yang memilih jalan berbeda.

Empat Dekade Jejak Kreatif

Raden Andi Haryo Setiawan, atau Andi Bayou, lahir di Jogja pada 20 Agustus 1971 dari keluarga akademisi medis. Saat banyak orang mengira ia akan meneruskan jejak keluarga, ia justru mengambil jalan sunyi menuju musik. Keputusan yang mengantarnya ke Jakarta pada usia muda dan memulai karier dari titik nol.

Perjalanannya kemudian menjadikannya salah satu sosok penting di balik layar industri musik Indonesia. Dari band Bayou yang populer pada era 1990-an, hingga kehadirannya dalam produksi album musisi besar seperti Iwan Fals, Sheila on 7, Judika, Nicky Astria, Agnez Mo, hingga berbagai jebolan ajang pencarian bakat.

Namun pameran ini tidak sekadar merayakan pencapaian. Andi ingin memperlihatkan ruang batin yang menyertai setiap proses kreatifnya.

Arsip sebagai Ruang Kontemplasi

Pameran ini berkolaborasi dengan Prodi Tata Kelola Seni ISI Yogyakarta. Dr Mikke Susanto menyebut setiap nada dalam karya Andi sebagai “jejak batin, sebuah doa”—sebuah definisi yang jarang terdengar dari seorang komposer pop.

“Tetapi di museum kecil itu, penjelasan tersebut menemukan bentuknya. Dari instrumen yang menua bersama perjalanan, master rekaman yang melintasi waktu, hingga catatan harian yang mencatat arah hidup yang mengubah Mas Andi,” ujar Mikke Susanto, Penanggung Jawab Pameran Beyond The Notes Andi Bayou.

Pameran ini juga menandai 35 tahun perjalanan musikal Andi Bayou. Lintasan panjang yang membawanya dari dapur rekaman Indonesia ke panggung global, termasuk undangan ke kantor pusat Roland di Hamamatsu, Jepang, pameran musik dunia Frankfurt Musikmesse di Jerman, hingga NAMM Show di Anaheim, Amerika Serikat.

Namun seperti nada yang kembali ke akar, Andi memilih pulang. Ia kembali ke Yogyakarta untuk menemukan makna lain dari musik: kesunyian, ketulusan, dan pencarian jati diri. Dari keputusan itu pula lahir Andi Bayou Museum, museum musik pribadi pertama di Indonesia yang dibangun atas prakarsa seorang musisi.

Dalam ruang-ruang museum, narasi tersebut terasa utuh. Ada studio rekaman interaktif, ruang pertunjukan kecil untuk musisi muda, hingga zona edukasi yang merekam pertumbuhan musik Indonesia dari masa ke masa.

Di salah satu dinding, sebuah kutipan Andi menyambut pengunjung:

“Musik bukan hanya tentang nada. Ia adalah perjalanan, tentang bagaimana manusia menemui dirinya di antara bunyi, waktu, dan ketulusan.”

Bagi sebagian pengunjung, pulang dari museum ini bukan sekadar mengetahui perjalanan seorang musisi. Mereka pulang dengan renungan bahwa di balik setiap karya selalu ada manusia yang jatuh bangun, meninggalkan zona nyaman, dan akhirnya menemukan rumah dalam dirinya sendiri. Di museum itu, arsip bukan sekadar barang lama, tetapi cermin sebuah kehidupan yang terus tumbuh dan bergerak—beyond the notes.

Pameran yang berlangsung pekan lalu ini juga mendapat apresiasi dari sejumlah tokoh. Terlihat hadir dalam pembukaan pameran antara lain Ketua Barahmus DIY Dr Hajar Pamadhi, Penasihat Barahmus DIY Budiharjo, Sekretaris Barahmus Asroni, Ketua FKMB/Kepala Museum HM Soeharto Gatot Nugroho, dan Ketua FKMS Nanang Dwinarto.

Turut hadir Wakil Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia Ki Bambang Widodo, Devi Puspitasari dari Dinas Kebudayaan Bantul, penyanyi jazz Iga Mawarni, maestro musik Dr Singgih Sanjaya, Dr Memet Chairul Slamet, maestro lukis Hani Santana, dan Eddy Sulistyo. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news