Tarot telling membuka stan di Pasar Kangen. - Instagram.
Harianjogja.com, JOGJA—Berawal dari ingin mengintip masa depan, Neeya kemudian membuat Tarot Telling untuk membantu orang. Membaca tarot seperti memberikan peta untuk seseorang melangkah ke depannya.
Pekerjaan orang tua membuat Nia Noorsita sering berpindah rumah dan juga sekolah. Neeya, sebutan akrabnya, lima kali pindah saat SD, tiga kali saat SMP, dan tiga kali juga saat SMA. Secara tidak langsung, setiap hendak pindah, dia memprediksi kondisi tempat barunya. Ada rasa ingin tahu tentang masa depan. "Masa depan tidak pasti, kalau bisa [pengen] sedikit mengintip," kata Neeya, Selasa (22/4/2025).
Neeya mulai tertarik pada ramalan astrologi (zodiak) yang banyak bertebaran di majalah. Saat ingin belajar tentang astrologi di internet, dia justru bertemu dengan tarot. Neeya yang memang suka gambar dan visual ternyata lebih tertarik pada tarot.
Mulai lah dia belajar tarot secara autodidak lewat internet, dengan mencetak kartu sendiri.Sekitar tahun 2001, awal-awal Neeya lulus SMA, penjualan kartu tarot masih sangat jarang. Neeya menemukan tarot wayang pada 2003, meski kurang begitu cocok. Memasuki tahun 2007, dia baru mendapatkan kartu tarot yang cocok untuk belajar.
Bermula dari membaca diri sendiri dengan kartu tarot, Neeya kemudian mencoba membaca orang lain. Dengan masih kurang percaya dirir, orang pertama yang dia baca merupakan temannya. "Dia nanya soal kerjaan, nanya bakal keterima PNS enggak? Pas tak baca, jawabannya dari kartu [menyimbolkan kalau bakal] keterima. Setelah beberapa bulan kemudian, dia memang jadi PNS. Agak berkesan kok bisa bener ya," katanya.
Membuka Untuk Publik
Pada 2011, Neeya bergabung dengan sebuah acara yang mempertemukan para pecinta dan pembaca kartu tarot di Jogja. Pertemuan itu yang menjadi cikal bakal komunitas pembaca tarot Dewaroetji. Di ruang itu, satu sama lain saling belajar, serta beberapa kali membuat acara.
Komunitas pernah membuka stan di salah satu event Jejepangan di Jogja Expo Center. Ternyata banyak yang datang. Itu pertama kalinya Neeya membaca tarot dengan bayaran. "Bayarnya Rp15.000 sekali konsultasi, lama itu, dia tanya kuliah, karier, dan sebagainya," kata Neeya.
Di masa itu, Neeya masih belum percaya diri membaca orang lain melalui tarot. Dia takut salah membaca, sementara itu menyangkut jalan hidup orang. Sehingga saat ada permintaan membaca tarot, dia akan limpahkan ke teman. Baru pada 2014, Neeya secara terbuka membuka jasa pembacaan tarot serta menjual perlengkapannya dalam naungan Tarot Telling.
Neeya sempat sepekan sekali membuka jasa pembacaan tarot di salah satu cafe di Jogja. Sekarang, jasa pembacaan lebih banyak berdasarkan perjanjian pertemuan. Biaya jasa membaca kartu tarot secara online Rp250.000 per 30 menit. Untuk pembacaan dengan bertemu, jasanya Rp550.000 per satu jam.
"Enggak mesti [jumlah orang yang mengakses jasa ini], bulan kemarin sekitar 10 orang, soalnya memang sering nolak, kalau secara waktunya enggak cocok," kata Neeya, yang juga seorang pelukis.
Membantu Orang
Di setiap kartu tarot ada simbol-simbol utama. Simbol itu yang kemudian menjadi dasar interpretasi makna. Namun pembacaan kartu tarot terkait dengan konteks dan pertanyaan dari klien. Sebagai contoh, saat ada orang bertanya tentang karier, namun justru yang muncul kartu berkaitan dengan cinta. Maka interpretasi bisa jadi kurang baik, misalnya cinta mengganggu karier. Jenis pertanyaan dari klien akan terkait dengan interpretasi kartu tarot.
Saat membaca kartu tarot, Neeya lebih banyak berdiskusi dengan klien. Dia juga menyarankan klien untuk bertanya sedetail mungkin, agar pembacaan bisa lebih terarah. Pembacaan tarot seperti memberi peta pada klien, semisal dia melakukan ini itu maka konsekuensinya ini itu.
Dalam membaca perlu berlandaskan kejujuran. Bagi Neeya, menjadi pembaca kartu tarot sebagai caranya membantu orang lain. Pernah ada pelanggan lamanya yang datang dan bertanya tentang keputusannya berinvestasi barang. Dari pembacaan tarot, hasilnya kurang bagus. Saat itu, si pelanggan investasi jual-beli Iphone murah.
"Enggak pakai kartu aja, ini udah aneh. Dia [minta dibaca untuk] nyari bukti tambahan. Ada berita penipuan Iphone aku forward ke dia, waktu itu masih ngeyel, besoknya dia minta balik duit investasinya," kata Neeya, perempuan berusia 42 tahun ini. "Setelahnya ilang itu yang supplier Ibox-nya, [si klien bilang] syukur [uangnya] enggak ilang."
BACA JUGA: Sahid Raya Hotel & Convention Yogyakarta: Year of The Snake Chinese New Year Dinner
Mendekatkan Akses Tarot
Neeya masih kesulitan mencari kartu tarot saat awal-awal belajar. Kesulitan ini terutama mencari kartu tarot yang asli dan terstandar. Tidak semua pembaca cocok dengan semua jenis kartu tarot. Termasuk Neeya, tidak begitu cocok dengan tarot wayang.
Baru pada tahun 2007, dia mendapatkan kartu tarot yang merupakan turunan dari jenis rider waite. Dia belinya di Jakarta. Sebenarnya Gramedia sempat menjual kartu tarot, namun tidak bertahan lama, hingga tidak menyediakan lagi.
Dari susahnya akses tersebut, Neeya kemudian banyak impor kartu tarot. "Awalnya untuk kebutuhan sendiri, [terus mikir] kenapa enggak jualan aja? Beberapa orang juga butuh, termasuk di luar Jogja," kata Neeya. "Baru bikin toko online Tarot Telling di tahun 2014."
Untuk kartu tarot impor, harganya mulai dari Rp500.000. Untuk kartu tarot lokal, harganya mulai Rp250.000. Neeya juga memproduksi kartunya sendiri, yang berisi panduan dalam membaca simbol-simbol kartu tarot. Sehingga nantinya pengguna bisa belajar sendiri.
Dalam sebulan, Tarot Telling bisa menjual sekitar empat kartu. Jumlah penjualan hari ini tidak sebanyak dahulu. "Beberapa tahun belakang udah banyak yang jualan juga, aku malah seneng, tujuan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News