Petugas kesehatan sedang melakukan pemeriksaan sapi-sapi milik warga di Padukuhan Ploso, Giritirto, Purwosari. Foto diambil 25 April 2025.Harian Jogja - David Kurniawan
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan mewajibkan setiap ternak memiliki surat keterangan kesehatan hewan untuk proses jual beli jelang perayaan Iduladha. Kebijakan ini dibuat untuk mengurangi risiko penularan penyakit dari hewan ke hewan atau manusia.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul, Wibawanti Wulandari mengatakan, jelang pelaksanaan Hari Raya Kurban terus menyosialisasikan kesehatan ternak. Terlebih lagi, hingga saat sekarang masih ditemukan kasus penyebaran antraks maupun penyakit hewan lainnya.
Oleh karena itu, untuk keamanan terus melakukan program penanggulangan. Salah satunya melalui vaksinasi hewan ternak guna memastikan kesehatannya.
“Kami buatkan peraturan bupati tentang program vaksinasi hewan ternak,” kata Wibawanti, Kamis (8/5/2025).
Ia tidak menampik program vaksinasi yang dijalankan belum lancar. Pasalnya, masih ada pemilik ternak belum paham terkait dengan manfaat vaksin bagi kesehatan hewan peliharaan yang dimiliki.
Jelang peryaan Kurban, program ini akan digencarkan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko penularan penyakit dari hewan ke hewan atau manusia.
Menurut dia, pelaksanaan vaksinasi ini menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH). “Kami terus dorong agar peternak mau mengikuti vaksin sehingga dapat memeroleh SKKH,” katanya.
Wibawanti tidak menampik adanya SKKH akan lebih memudahkan penjualan ternak untuk Berkurban. Pasalnya, ada jaminan ternak yang dimiliki dalam keadaan sehat yang dibuktikan dengan surat tersebut.
“Ini momen penting bagi peternak sehingga SKKH harus dimiliki sebagai jaminan hewan ternak yang dimiliki dalam kondisi sehat,” katanya.
Sekretaris Daerah Gunungkidul, Sri Suhartanta mengatakan, terus ada upaya sosialisasi dan edukasi ke Masyarakat berkaitan dengan pencegahan penularan penyakit pada hewan. Selain itu, pos-pos pengawasan ternak di wilayah perbatasan akan dioptimalkakeberadaannyan.
Untuk mencegah antraks juga sudah menggagas peraturan memberikan kompensasi bagi ternak mati karena penyakit. Sesuai dengan draf Peraturan Bupati yang disusun, setiap ternak yang mati akan diberikan kompensasi maksimal Rp5 juta per ekornya. Namun, kepastian nominal juga bergantung dengan jenis maupun besar kecilnya ternayk yang dimiliki.
“Jadi nantinya kompensasi yang diberikan tidak sama. Kalau sapi yang sudah dewasa dan besar akan mendapat Rp5 juta per ekor,” katanya.
Menurut dia, kompensasi diberikan untuk mencegah terjadinya penyembelihan bangkai ternak maupun praktik brandu yang seringkali menjadi penyebab antraks di Gunungkidul. “Memang tidak bisa menutupi kerugian menyeluruh. Paling tidak, kompensasi diberikan bisa untuk mengebumikan ternak mati sekaligus dapat dipergunakan membeli anakan ternak kemudian dibesarkan,” ungkap Sri Suhartanta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News