Harianjogja.com, JOGJA—Pariwisata, perhotelan dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) menjadi sektor yang akan mengalami peningkatan permintaan pada libur Natal 2025 dan Tahun Baru 2025 di wilayah DIY. Perhotelan memastikan adanya kenaikan harga kamar hingga mencapai 30 persen seiring dengan tingginya permintaan.
Di sisi lain lalu lintas manusia yang ke DIY mencapai jutaan orang diprediksi berdampak pada perputaran uang atau jumlah uang beredar (JUB) mencapai triliunan rupiah.
Berdasarkan situs pemesanan kamar hotel, harga kamar hotel di kawasan Malioboro melonjak gila-gilaan. Fenomena menarik, kenaikan khususnya hotel bintang 3. Dari 10 hotel bintang 3 yang dipantau Harianjogja.com, per Kamis (11/12/2025) harga rata-rata mencapai Rp1,4 juta per malam.
Bahkan ada hotel bintang tiga berada di pusat Malioboro membanderol di situs tersebut dengan harga Rp2,9 juta per malam. Sedangkan hotel bintang 4, dari 5 hotel di kawasan Malioboro terpantau harga rata-rata per malam mencapai Rp1,6 juta. Adapun hotel bintang 5 harga di atas Rp2 juta. Khusus untuk kawasan Malioboro terpantau dari kamar yang tersaji di aplikasi rata-rata hanya menyisakan di bawah 10 kamar hotel untuk periode 25 Desember hingga 2 Januari 2025.
Adapun di wilayah Sleman hotel bintang 3 rata-harga Rp750.000 per malam, bintang 4 rata-rata harga kamar hotel kisaran Rp1,1 juta dan hotel bintang 5 di angka Rp2 juta per malam.
Ketua PHRI DIY Deddy Pranowo mengatakan reservasi hotel untuk tanggal 20 hingga 31 Desember 2025 per Kamis (11/12/2025) kisaran 30-50%. Adapun untuk tanggal 1 dan 2 Januri 2025 biasanya lebih banyak datang langsung ke hotel berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya. Sehingga sampai saat ini masih banyak kamar untuk libur Nataru.
Menurut Deddy terkait kenaikan harga kamar hotel sudah ada kesepakatan di antara anggota PHRI seperti tahun-tahun sebelumnya. Adapun kenaikan maksimal harga kamar untuk periode natal dan tahun baru disepakati di angka 30% dari harga normal.
Akan tetapi, setiap hotel memiliki kebijakan berbeda-beda. Pasalnya untuk periode libur akhir tahun, biasanya beberapa hotel menjual paket, seperti tambahan hiburan, makan malam, sehingga kenaikannya cukup lumayan tinggi.
"Titik-titik yang mengalami kenaikan signifikan itu biasanya yang berada di tengah Kota Jogja seperti Malioboro dan sebagian di Sleman," katanya.
Ia menilai kenaikan harga kamar hotel saat akhir tahun sebenarnya sudah mempertimbangkan banyak faktor. Mulai dari tingginya permintaan dan kenaikan harga bahan pokok. Meski demikian pihaknya sudah mengingatkan kepada anggota PHRI DIY agar tidak memanfaatkan momentum liburan Nataru untuk aji mumpung sekadar menaikkan harga kamar hotel.
"Karena itu bisa merusak citra pariwisata. Kenaikan harga itu harus diimbangi dengan fasilitas dan layanan tentunya. Karena yang murah juga ada, nanti wisatawan tinggal memilih saja. Tetapi berdasarkan pengalaman tahun lalu, wisatawan itu lebih memilih kategori yang lengkap [mahal] karena ada tambahan paket," katanya.
Deddy menilai angka reservasi Nataru kali tersebut cenderung menurun dibandingkan tahun lalu dengan peride yang sama sudah mencapai 45% hingga 60%. Penyebab penurunan itu karena banyaknya vila maupun homestay yang tidak berizin. Kelompok ini berani memberikan harga relatif murah karena tidak membayar pajak dan operasional minim.
"Sehingga kami berharap agar pemerintah daerah bisa menertibkan akomodasi yang tanpa izin, kalau tanpa izin berarti mereka tidak membayar pajak, dengan demikian pemerintah kecolongan," katanya.
Di sisi lain beli masyarakat rendah sehingga lebih banyak memilih kamar murah. Ia juga menengarai penurunan reservasi itu kemungkinan disebabkan karena Nataru hanya berjarak sekitar dua bulan dengan Lebaran sehingga masyarakat memilih untuk melakukan perjalanan saat Lebaran. "Karena keuangan juga belum begitu baik kan, mungkin saja mereka memutuskan akan liburan saat Lebaran saja nanti," katanya.
Kepala Dinas Pariwisata DIY Imam Pratanadi berharap PHRI bijak untuk menjaga kewajaran harga kamar hotel sehingga kenaikannya tidak terlalu signifikan. Kenaikan yang wajar penting untuk dijaga demi menjaga konsistensi kunjungan wisatawan dan menginap di Jogja.
"Tetapi kalau misalnya kenaikan itu berdampak kurang baik ke parwisata tentu kami mendiskusikan dengan PHRI," ujarnya.
Ia menegaskan pemerintah tidak bisa melakukan pembatasan kenaikan, karena itu ranahnya bisnis. Akan tetapi pemerintah mengimbau agar kenaikan harga kamar agar ditetapkan dalam batas wajar. Pasalnya fenomena kenaikan tarif di momentum liburan ini sering terjadi di berbagai harga untuk sektor pariwisata seiring tingginya permintaan.
"Saya percaya pada PHRI pasti bijak menentukan. Apalagi sekarang akses transportasinya ke Jogja keluar masuk sangat mudah, ada jalan tol. Kalau tetap mematok harga tinggi, jangan-jangan wisatawan malah memilih menginap di kota lain, tentu PHRI sudah memikirkan hal itu, sehingga pasti akan menetapkan tarif yang wajar," katanya.
Imam juga mengimbau kepada hotel yang menaikkan harga kamar tergolong signifikan harus diimbangi dengan fasilitas dan layanan yang memadai atau berkualitas dibandingkan di tempat lain. "Kualitasnya saya harapkan bisa menyesuaikan dengan harga, jangan sampai wisatawan sudah bayar [kamar hotel] mahal tapi yang didapatkan sama seperti yang harganya murah, ini perlu dipahami bersama," ucapnya.
Pengamat Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Y Sri Susilo menyatakan berdasarkan data Pemda DIY pergerakan orang keluar masuk ke DIY diprediksi antara 9 juta hingga 10 juta manusia. Adapun perhitungan jumlah uang beredar (JUB) Nataru 2025 sekitar 50% hingga 60% dari JUB Lebaran. Jika JUB Lebaran 2025 DIY berada di angka Rp4,6 triliun, maka JUB pada Nataru kali ini antara Rp2,3 triliun hingga Rp2,6 triliun.
"Perputaran uangnya antara Rp2,3 triliun sampai Rp2,6 triliun. Libur Nataru identik dengan peningkatan JUB. Karena ada peningkatan pengeluaran konsumsi, transportasi, penginapan. Konsekuensi JUB naik maka berdampak inflatoir," katanya.
Dari sisi positif, Liburan Nataru menjadi faktor pendorong kenaikan konsumsi masyarakat yang berujung pada pertumbuhan ekonomi. Kenaikan konsumsi oleh wisatawan tentu sebagian mengalir ke berbagai sektor khususnya ke UMKM. "Jadi omzet UMKM juga pasti mengalami peningkatan," ucapnya. (Sunartono)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

2 days ago
11
















































