KLIKPOSITIF — Inpres No 6 Tahun 2025 tentang Pengadaan dan Pengelolaan Gabah/Beras Dalam Negeri serta Penyaluran Cadangan Beras Pemerintah (CBP) berpotensi menghancurkan harapan petani Indonesia yang terlanjur bermimpi jadi sejahtera.
Beleid ini menugaskan Perum Bulog untuk menyerap beras dalam negeri sebesar 3 juta ton sepanjang tahun 2025. Sementara, produksi beras sebagaimana estimasi BPS, menembus 30 juta ton.
“Artinya, yang akan terserap, 10 persen saja. Ini potensi memicu gejolak di petani, jika mekanismenya tak rigid dan transparan,” ungkap Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman dalam pernyataan tertulis, Rabu.
Soal kuota pembelian ini, sejatinya telah diingatkan Alex, pascaterbitnya Keputusan Kepala Bapanas No 14 Tahun 2025 medio Januari 2025 lalu.
Regulasi ini mengatur tentang Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah Kering Panen (GKP) dengan segala kualitas di tingkat petani sebesar Rp6.500 per Kg.
“Tak detailnya para pembantu presiden menerjemahkan Program Asta Cita bidang Swasembada Pangan, akhirnya melahirkan jebakan baru bagi pemerintah,” terang anggota DPR RI Dapil I Sumatera Barat ini.
“Petani telah berharap banyak karena gabahnya dibeli pemerintah dengan harga layak. Tapi, kini ada limitnya juga,” tambah politisi Fraksi PDI Perjuangan DPR itu.
“Padahal, kami di Komisi IV telah mengingatkan ini sejak sebelum masa puncak panen di Kuartal I (Maret, April dan Mei) tahun 2025 ini,” tambahnya.
Walaupun kini kuota pembelian telah dibatasi pada angka 3 juta ton, Alex mendesak pemerintah, untuk segera merumuskan teknis penyerapan Gabah Kering Panen (GKP).
“Segera tentukan kuota per provinsi. Lalu, tentukan kriteria petani yang berhak mendapatkan harga tebus sebesar Rp6.500 per Kg,” terang Ketua PDI Perjuangan Sumatera Barat itu.
Pengaturan teknis ini penting, terang Alex, karena produksi nasional GKP kuartal I tahun 2025 sesuai estimasi BPS pada puncak panen raya ada di bulan Maret 2025 mencapai angka 5,57 juta ton.
Bulan selanjutnya, diestimasikan BPS, produksi menurun, yaitu 4,95 juta ton di April dan 2,92 juta ton di Mei.
“Masih ada masa panen kuartal II dan III yang mekanisme pembeliannya harus ditentukan sejak sekarang. Jika terlambat seperti masa panen kuartal I ini, tentunya akan makin memperdalam krisis kepercayaan pada pemerintah,” tambah Alex.
“Karena sisa produksi yang tak terserap masih sangat banyak, tentunya para tengkulak yang selama ini tiarap karena tak sanggup membeli Rp6.500 per Kg sebagaimana ditugaskan pemerintah pada Bulog, jadi menggeliat lagi. Harga gabah petani kembali jadi tak menentu,” tegasnya.
GKP (Gabah Kering Panen) adalah gabah yang baru saja dipanen dan memiliki kadar air lebih tinggi dibandingkan gabah kering giling (GKG).
GKP memiliki kadar air 18% – 25% dengan kadar hampa/kotoran 6% – 10%.
Penjualan GKP ini sebenarnya lebih praktis, karena petani tidak perlu menunggu pengeringan dan langsung mendapatkan uang tunai. (*)